JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan oleh Calvin Bambang Hartono yang merupakan salah satu debitur bank swasta di Indonesia. Putusan Nomor 24/PUU-XIX/2021 dibacakan pada Rabu (15/12/2021) siang di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pertimbangan yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, MK menyatakan tanpa bermaksud menilai kasus konkret yang dialami oleh Pemohon, sebagai debitor, Pemohon telah diberikan waktu yang cukup oleh kreditor untuk menyelesaikan utangnya. Sehingga adanya putusan pernyataan pailit yang menurut Pemohon telah menyebabkan kerugian konstitusional adalah upaya maksimal untuk menyelesaikan permasalahan utang antara Pemohon dan kreditor yang telah diputus oleh badan peradilan.
Baca juga: Tidak Terima Dinyatakan Pailit, Pemohon Gugat UU Kepailitan
Selain itu, menurut Mahkamah putusan pailit merupakan putusan yang masuk dalam kategori putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terdapat upaya hukum (uitvoerbaar bij voorraad). Dengan kata lain, sambung Enny, hal ini berarti putusan yang dijatuhkan dapat langsung dieksekusi, meskipun putusan tersebut belum memeroleh kekuatan hukum tetap sebagaimana telah diatur dalam Pasal 8 ayat (7) dan Pasal 16 ayat (1) UU 37/2004.
Dalam konteks demikian, Enny melanjutkan, pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7) dan Pasal 16 ayat (1) UU 37/2004 sesungguhnya masih dalam perspektif dapat dilakukannya sita umum terhadap harta milik debitor yang dilakukan atas permintaan Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas untuk dilakukan pengamanan guna ditindaklanjuti dengan verifikasi terhadap pengelompokkan kreditor yang melekat pada harta debitor pailit. Lebih lanjut, terhadap sita umum tersebut dapat dilakukan pembagian pelunasan utang debitor terhadap para kreditor sesuai dengan sifatnya sebagaimana diuraikan di atas dan secara pari passu pro rata parte. Sesungguhnya ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004 yang dimohonkan Pemohon berkenaan dengan sita umum telah sejalan dengan asas pari passu pro rata parte, yakni secara bersama-sama memeroleh pelunasan sesuai dengan sifat kreditor masing-masing yang mempunyai piutang.
Oleh karena itu, kegunaan dari kepailitan ini membenarkan perwujudan dari asas jaminan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata yang memberikan perlindungan pada kreditor konkuren atau kreditor bersaing dan membedakan dengan kreditor separatis dan kreditor preferen. Sementara berkaitan dengan dalil Pemohon yang mempersoalkan sita umum harta kekayaan debitor pailit tidak dapat dilakukan jika masih ada perkara perdata dengan subjek dan objek yang sama, penting bagi Mahkamah menegaskan bahwa sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang kemudian pengurusan dan pemberesan atas harta tersebut dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas merupakan esensi dari kepailitan.
Baca juga: Debitur Bank Swasta Perbaiki Permohonan UU Kepailitan
Ketentuan Sita dalam PKPU
Enny juga menegaskan dengan adanya sita umum tersebut maka akan mengesampingkan sita khusus lainnya berkenaan dengan harta tersebut misalnya sita jaminan, sita eksekusi atau sita harta perkawinan. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya tumpang-tindih antara jenis sita yang ada dan berpotensi adanya perebutan harta kekayaan debitor pailit oleh para kreditor serta menghentikan tindakan debitor pailit yang beriktikad tidak baik dan berpotensi merugikan para kreditornya. Meskipun terhadap hal demikian berlaku asas actio pauliana, yaitu pengadilan dapat membatalkan semua tindakan hukum debitor yang merugikan kreditor.
“Apabila terhadap harta debitor pailit baik sebelum maupun setelah pernyataan pailit diletakkan sita pidana, maka akan terjadi konflik antara kepentingan publik dengan kepentingan keperdataan. Dalam Pasal 39 KUHAP dinyatakan bahwa benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana. Oleh karenanya, terhadap dalil demikian maka kepentingan publik yang harus didahulukan. Dengan demikian, sita dalam kaitan dengan perkara pidana karena berkaitan dengan kepentingan umum, oleh karenanya negara harus hadir untuk melindungi kepentingan umum dimaksud,” tegas Enny.
Terkait Sita Umum
Selanjutnya berkaitan dengan kedudukan sita umum, Enny menyampaikan Mahkamah perlu menegaskan kembali bahwa sita umum mempunyai kedudukan yang lebih diutamakan. Dengan demikian, melalui sita umum inilah dapat dipenuhi kewajiban debitor pailit kepada kreditornya secara proporsional dan maksimal, yaitu sebatas harta milik debitor pailit yang tercakup dalam sita umum dan harta-harta lain debitor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Oleh karena itu, penafsiran atau pemaknaan lain terhadap Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004 justru akan mengenyampingkan keadilan dan kepastian hukum yang dijamin oleh UUD 1945 dalam penanganan perkara kepailitan dan PKPU.
“Dengan demikian, Mahkamah berpendapat, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas terhadap norma Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004 sebagaimana yang didalilkan Pemohon di atas,” tandas Enny.
Sebelumnya, Pemohon yang merupakan salah satu debitur Bank Swasta di Indonesia, yakni PT. Bank Bukopin dengan mendapatkan kredit/pinjaman dengan jaminan tanah dan bangunan yang kredit/pinjaman tersebut diikat dengan akta Perjanjian Kredit. Atas kredit/pinjaman yang diikat dengan akta Perjanjian Kredit oleh Bank Bukopin tersebut, namun adanya obyek Tanah dan Bangunan luas 538 m² dengan lima Sertifikat Hak Milik Nomor 189/Desa Panjangjiwo atas nama Tjandra Liman sebagaimana dimaksud angka 2 (dua) huruf (b) sampai saat ini belum adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas pemberian kredit/pinjaman dimaksud.
Pemohon mengatakan bahwa Pasal 31 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU tidak memberikan ruang kepada seseorang atau badan usaha dan badan hukum yang telah dinyatakan pailit. Padahal sebelumnya Pemohon telah melakukan upaya-upaya hukum terkait dengan perkara-perkara yang sedang dihadapi. Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan frasa “Putusan Pernyataan Pailit Berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitur” sebagaimana ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU UU Kepailitan dan PKPU tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : M. Halim