JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian mengenai aturan uji kompetensi bagi mahasiswa Kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU Nakes). Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 56/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Swasta Indonesia (HPTKES Indonesia).
“Amar putusan, mengadili menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,”ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan yang digelar pada Rabu (15/12/2021) secara daring.
Baca juga: Menyoal Konstitusionalitas Aturan Uji Kompetensi bagi Mahasiswa Kesehatan
Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Pemohon mendalilkan Pasal 21 ayat (7) UU 36/2014 membuka ruang penyelenggaraan uji kompetensi mahasiswa tenaga kesehatan diatur ulang ataupun diubah hanya dengan “Peraturan Menteri” tanpa harus mengubah undang-undang yang menjadi dasar hukum sebelumnya. Padahal, pelaksanaan uji kompetensi tersebut sebelumnya merupakan bagian integral dari kewenangan yang telah diberikan kepada perguruan tinggi kesehatan.
Terhadap dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, pembentukan Peraturan Menteri yang didasarkan karena adanya pendelegasian kewenangan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, in casu UU a quo, diperkenankan sepanjang substansi yang diatur dalam Peraturan Menteri tersebut bersifat pelaksanaan terhadap peraturan yang lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena tidak semua substansi dapat diatur dalam UU, termasuk juga UU 36/2014. Pasal 21 ayat (7) UU 36/2014 memberikan delegasi kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan untuk membentuk Peraturan Menteri mengenai tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi.
Menurut Daniel, peraturan Menteri a quo menjadi penting keberadaannya. Hal ini karena selain menjalankan perintah pendelegasian yang diberikan oleh UU 36/2014, Peraturan Menteri ini juga diperlukan untuk mengatur lebih lanjut hal-hal teknis yang terkait dengan pelaksanaan uji kompetensi secara nasional agar memiliki standar dan tata cara pelaksanaan yang sama sehingga menimbulkan kepastian hukum.
Lebih lanjut, sambung Daniel, materi muatan dalam Peraturan Menteri a quo juga haruslah selaras dan tidak boleh bertentangan dengan UU 36/2014 atau bahkan menciptakan norma hukum baru yang tidak diatur dalam undang-undang yang memerintahkan pembentukan Peraturan Menteri dimaksud.
“Bahwa berkenaan dengan hal tersebut, andaipun terdapat Peraturan Menteri yang oleh Pemohon dianggap bertentangan dengan UU 36/2014, khususnya terkait dengan pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana diatur dalam norma Pasal 21 UU 36/2014, persoalan tersebut bukanlah menjadi kewenangan Mahkamah untuk menilainya,” ungkap Daniel.
Sehingga, berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Daniel melanjutkan, dalil Pemohon yang pada pokoknya menyatakan Pasal 21 ayat (7) UU 36/2014 membuka ruang penyelenggaraan uji kompetensi mahasiswa tenaga kesehatan diatur ulang ataupun diubah hanya dengan “Peraturan Menteri” sehingga bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum.
Baca juga: HPTKES Perbaiki Permohonan Aturan Uji Kompetensi bagi Mahasiswa Kesehatan
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah salah dalam menafsirkan Pasal 21 UU Nakes. Hal ini berdampak pada terlanggarnya hak konstitusional Pemohon. Kemendikbud ristek mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 755/P/2020, tanggal 18 Agustus 2020 dan berlaku sejak 4 Mei 2020 sebagai turunan dari Permendikbud Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan yang merupakan turunan dari Pasal 21 UU Nakes. Dengan adanya Permendikbud tersebut, makabsaat ini dalam menentukan kelulusan mahasiswa kesehatan dilakukan melalui uji kompetensi yang dilakukan oleh Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.
Pemohon juga mendalilkan kewajiban memiliki Sertifikat Kompetensi sebagai syarat menamatkan studi tersebut, justru mahasiswa terhalangi untuk melangkah ke tahap berikutnya baik berupa melanjutkan pada tahap jenjang pendidikan lebih tinggi ataupun untuk mencari pekerjaan. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 21 UU Nakes inkonstitusional sepanjang dimaknai ‘berdasarkan Permendikbud Nomor 2 Tahun 2020’.Selain itu, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 21 Nakes inkonstitusional selama dimaknai ‘tidak terdapat peran perguruan tinggi dalam menentukan kelulusan mahasiswa dalam uji kompetensi’.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: Fitri Yuliana