JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah berpendapat, Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Seandainya pun para Pemohon memiliki kedudukan hukum, dalil-dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Sidang pengucapan Putusan Nomor 57/PUU-XIX/2021 digelar pada Rabu (15/12/2021) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan pengujian UU Jaminan Fidusia diajukan oleh tiga orang mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) yaitu Muhammad Armand Prasetyanto, Mohamad Fikri Nur Yahya, dan Bagas Febriansyah. Para Pemohon mendalilkan Pasal 15 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU Jaminan Fidusia bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Para Pemohon mempersoalkan tidak jelasnya prosedur eksekusi jaminan fidusia. Menurut para Pemohon, dalam Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan Nomor 2/PUUXIX/2021 terdapat perbedaan norma yang telah mengubah jaminan fidusia. Dalam Putusan 18/PUU-XVII/2019, MK telah memutus bahwa Pasal 15 ayat (2) dan UU Jaminan Fidusia dan Penjelasannya, bertentangan dengan UUD 1945. Sementara itu dalam Putusan 2/PUUXIX/2021, MK pada intinya menyatakan pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri hanya sebuah alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur, baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara suka rela objek jaminan dari debitur kepada kreditur. Pada pandangan para Pemohon terdapat perbedaan antara kedua putusan ini sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum akan suatu regulasi yang berlaku di Indonesia.
Terhadap dalil permohonan para Pemohon tersebut, Pendapatnya Mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebutkan bahwa terkait dengan jaminan fidusia pasca-Putusan MK Nomor 18/PUUXVII/2019 dan Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021, Mahkamah tidak menemukan bukti lain yang dapat menunjukkan para Pemohon sebagai mahasiswa berperan aktif melakukan pendampingan terhadap masyarakat yang mengalami kerugian konstitusional akibat adanya putusan tersebut. Oleh karenanya, menurut Mahkamah para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Di samping itu, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan, namun karena para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum maka permohonan para Pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
“Andaipun para Pemohon memiliki kedudukan hukum, namun telah ternyata dalil-dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Suhartoyo dari Ruang Sidang Pleno MK dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya.
Baca juga
Mahasiswa Untirta Persoalkan Prosedur Eksekusi dalam UU Jaminan Fidusia
Sejumlah Mahasiswa Penguji UU Jaminan Fidusia Sampaikan Perbaikan Permohonan
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.