JAKARTA, HUMAS MKRI - Dalam rangkaian Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Guru Mata Pelajaran PPKN Tingkat SMA/SMK dan MA/MAK yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, berbagai materi disajikan untuk para peserta. Adapun narasumber yang dihadirkan pada hari kedua ini yakni Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara UII Ni’matul Huda, dan Dosen FH Universitas Surabaya Hesti Armiwulan.
Pada sesi pertama yang berlangsung pada Rabu (3/11/2021), Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan materi mengenai Konstitusi dan Konstitusionalisme. Dalam paparannya, Arief mengatakan, konstitusi berbeda dengan hukum biasanya. Ia mengatakan, konstitusi merupakan produk hukum yang fundamental dan berada pada posisi sangat tinggi. Sehingga berbeda dengan produk hukum biasa, misalnya Undang-Undang atau peraturan-peraturan yang berada di bawah UU. Menurut Arief, posisi Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menduduki posisi yang sangat penting. Hal itu karena aturan-aturan dasar dapat dipakai sebagai pegangan dalam penyelenggaraan negara.
“Jadi, ada istilah Belanda, konstitusi itu berbeda dengan produk hukum biasa, ini memperlihatkan kepada kita bahwa UUD atau konstitusi menduduki posisi yang paling tinggi di dalam struktur atau strata produk hukum yang kita kenal dalam bernegara,” ungkap Arief secara daring.
Secara sederhana, sambung Arief, konstitusi dimaknai sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan negara. “Jadi disini yang inti harus kita ketahui konstitusi itu adalah hukum dasar,” ujarnya.
Arief menyebut, hukum dasar harus dijabarkan ke dalam produk hukum di bawahnya sampai produk hukum di desa untuk mengatur penyelenggaraan negara. Tetapi dalam struktur produk hukum dasar ini menduduki posisi yang sangat fundamental yang mengatur hal-hal yang bersifat pokok, mengatur hal-hal yang sangar fundamental dalam rangka bernegara.
Lebih lanjut Arief menjelaskan, Indonesia berbeda karena memiliki ideologi berdasarkan pancasila. UUD 1945 mengatur semua aspek kehidupan yang ada dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. UUD 1945 memiliki ruang lingkup berbeda dengan konstitusi negara liberal, negara individualistik dan negara komunis. Indonesia berdasarkan pancasila yang tercantum dalam pembukaan khususnya dalam rangka mencapai visi dan misi serta tujuan nasional.
Cita Hukum
Pada kesempatan yang sama Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UII) Ni’matul Huda, menyampaikan materi mengenai “Sistem Penyelenggaraan Negara menurut UUD NRI Tahun 1945”. Ni’matul mengatakan, cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila, yang oleh para Bapak Pendiri Negara Republik Indonesia ditetapkan sebagai landasan kefilsafatan dalam menata kerangka dan struktur dasar organisasi negara sebagaimana yang dirumuskan dalam UUD 1945.
“Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengungkapkan pandangan bangsa Indonesia tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama manusia, serta manusia dan alam semesta yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia individual di dalam masyarakat dan alam semesta,” kata Ni’matul.
Menurut Ni’matul, cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan negara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan UUD 1945 maupun batang tubuh UUD 1945.
Hak Konstitusional
Sementara itu, Dosen FH Universitas Surabaya Hesti Armiwulan dalam materi berjudul “Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Ia menyatakan jika bicara tentang hak konstitusional, maka hal-hal tersebut akan ditemukan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurutnya apabila berdasarkan pada UUD 1945, maka hanya ada 7 hak dasar yang termaktub di dalamnya, namun jika menyebut UUD 1945, maka akan ditemukan 26 pasal tambahan yang berhubungan dengan hak konstitusional warga negara.
Dalam uraiannya, Hesti mengetengahkan bahwa sesungguhnya dalam UUD 1945 tersebut juga terdapat bahasan mengenai kewajiban yang harus dilakukan negara untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan hak asasi manusia yang ada di dalam konstitusi tersebut.
Berkaitan dengan pemahaman HAM tersebut, Hesti melihat bahwa dalam perkembangannya terdapat dua anak dari hak tersebut, yakni hak sipil politik dan hak ekonomi sosial budaya. Bahwa hak sipil poltik itu disebut juga dengan hak negatif. Artinya, hak yang akan terpenuhi apabila interfensi negara kecil di dalamnya, seperti kebebasan dan keadilan. Sedangkan hak ekonomi sosial budaya disebut juga hak sipil positif karena makin besar interfensi negara maka akan makin besar pula unsur terpenuhinya hak warga negara tersebut. “bahwa negara wajib hadir dalam pemenuhan hak-hak ini. Jika negara tak ada, maka negara tidak menjalankan kewajibannya,” ujar Hesti.
Kegiatan PPHKWN bagi Guru Mata Pelajaran PPKN Tingkat SMA/SMK dan MA/MAK ini diselenggarakan selama empat hari, yakni Selasa – Jumat (2 – 5/11/2021) secara daring dari Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi. Dalam kegiatan yang diikuti oleh 399 orang guru tersebut diisi oleh narasumber yang terdiri dari hakim konstitusi, panitera pengganti, akademisi, dan lainnya. Materi yang diberikan pun beragam seputar Pancasila dan Konstitusi, MK dan hukum acaranya, serta penyusunan permohonan pengujian undang-undang yang diikuti dengan praktik langsung. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P