JAKARTA, HUMAS MKRI - Panitera Pengganti Tingkat I MK Syukri Asy’ari menjadi pemateri dalam kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Pengujian Undang-Undang yang diselenggarakan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi bagi Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKA FH Undip) pada Kamis (14/10/2021). Dalam materi ini, Syukri memaparkan teori dari teknik penyusunan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945.
Berkaitan dengan PUU, peserta diajak untuk mengenal terlebih dahulu para pihak yang terlibat dalam persidangan PUU sebagaimana termuat dalam PMK 2/2021 Pasal 3 dan Pasal 7. Bahwa para pihak terdiri atas Pemohon, Pemberi Keterangan (DPR/MPR/DPD/Pemerintah), dan Pihak Terkait. Ketiga pihak ini dapat diwakili oleh kuasa hukum berdasar surat kuasa dan/atau didampingi oleh pendamping dengan surat keterangan. Sehubungan dengan keberadaan Pemohon pada PUU, Syukri mengatakan harus terdapat kerugian hak konstitusional yang dialami dari berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujiannya. Kerugian konstitusional tersebut dapat bersifat spesifik dan faktual atau setidaknya potensial menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.
Sementara terkait dengan Pemberi Keterangan, MK dapat meminta keterangan dari DPR, MPR, DPD, dan Pemerintah berkenaan dengan permohonanyang sedang diajukan oleh Pemohon. Keterangan ini, sambung Syukri, yang kemudian digunakan oleh Majelis Hakim dalam melakukan pengkajian dan telaah perkara guna membuat putusan atas permohonan yang dimohonkan. Selanjutnya, Pihak Terkait merupakan pihak yang berkepentingan langsung dan tidak langsung dengan pokok permohonan yang diajukan oleh Pemohon dalam persidangan PUU.
Berikutnya mengenai permohonan, Pemohon dalam PUU dapat melakukan pengujian formil dan materiil dari suatu norma, baik undang-undang ataupun Perpu. Jika Pemohon mengajukan pengujian formil berkenaan dengan proses pembentukan undang-undang atau Perpu, sedangkan pengujian materiil yakni pengujian materi muatan pada pasal, ayat, dan/atau bagian dari suatu norma yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
“Saat ini sedang dilakukan penyusunan ketentuan untuk pemisahan pengujian formil dan materiil karena keduanya memiliki perbedaaan dari segi waktu. MK diberikan batas waktu dalam melakukan sidang pengujian formil sehingga didahulukan karena berkaitan dengan tata cara dan proses pembentukan undang-undangnya. Jadi bersifat segera untuk dirumuskan putusannya. Sementara pengujian materiil, sidangnya tidak diberikan batas waktu sehingga dapat dilaksanakan usai pengajuan formil,” jelas Syukri yang telah mengabdikan ilmu selama 14 tahun di MK.
Terkait dengan teknik dari pengajuan permohonan, maka Pemohon dapat mengajukan secara daring dan luring ke kantor MK. Dalam berkas permohonan yang diajukan, maka terdapat beberapa ketentuan yang dituliskan dan dipenuhi sebagaimana termuat pada UU MK Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 serta PMK 2/2021 pasal 9 dan Pasal 10.
“Permohonan itu dibuat dengan sederhana dan disertakan dengan kelengkapan alat bukti yang juga dapat pada saat pengajuan atau persidangan ditambahkan agar dilegis oleh MK,” jelas Syukri dalam kegiatan yang dimoderatori oleh Santhy Kustrihardiani dari Pusdik MK.
Usai mendapatkan materi secara lengkap dan runut, sejumlah 200 peserta bimtek dibagi dalam delapan kelompok kelas online untuk melakukan praktik penyusunan permohonan pengujian undang-undang. Keseluruh peserta ini dipandu dan dibimbing langsung oleh para peneliti dan panitera pengganti MK sehingga dapat menyusun permohonan secara baik sesuai dengan ketentuan yang ada.
Untuk diketahui, kegiatan ini akan digelar selama empat hari mulai dari Selasa hingga Jumat mendatang (12 – 15/10/2021). Penyelenggara kegiatan ini akan menghadirkan para pembicara ahli dengan berbagai bahasan materi, di antaranya Hakim Konsitusi Arief Hidayat yang akan membahas mengenai “Mahkamah Konstitusi dan Karakteristik Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna (Periode 2003 – 2008 dan 2015 – 2020) yang akan mengupas tuntas materi tentang “Penafsiran Konstitusi”, dan Hakim Konstitusi Saldi Isra yang akan menjelaskan materi tentang “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Pengujian Undang-Undang terhadap UUD NRI Tahun 1945”. Selain itu, para peserta juga akan diberikan kesempatan untuk melakukan praktik dalam kegiatan Teknik Penyusunan Permohonan Pengujian Undang-Undang terhadap UUD NRI Tahun 1945, baik dalam kelompok maupun secara mandiri dengan didampingi oleh para peneliti dan panitera pengganti (PP) dari Mahkamah Konstitusi. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P