JAKARTA, HUMAS MKRI - Dua orang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Dalam Negeri melakukan perbaikan terkait uji materiil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Siti Warsilah dan Evarini Uswatun Khasanah tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 39/PUU-XIX/2021. Keduanya menguji aturan mengenai ASN harus mengundurkan diri jika ingin mendaftarkan sebagai penyelenggara pemilu dalam. Menurut Pemohon, norma Pasal 21 huruf j dan Pasal 117 huruf j UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945..
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, Sri Harini yang mewakili Pemohon menjelaskan telah melakukan perbaikan sesuai saran majelis hakim. Salah satunya perbaikan mengenai kedudukan hukum dan argumentasi permohonan.
“Alasan kenapa Para Pemohon menginginkan pasal ini untuk diuji materi? Karena tidak ada penjelasan dasar dari suatu aturan itu bahwa yang bersangkutan harus mundur dari jabatan pada saat mendaftar. Apakah itu akan mengganggu tugasnya sebagai ASN ataukah akan mempengaruhi tim seleksi, sehingga menjadi berpihak? Itu tidak ada penjelasannya, sehingga kami tambahkan di situ sebagai suatu alasan, kenapa pasal ini menjadi merugikan bagi Para Pemohon. Dan itu juga dengan sendirinya akan berlaku juga bagi mereka yang menduduki jabatan di BUMN ataupun BUMD pada saat mendaftar akan terkena ganjalan di pasal ini, sehingga bisa diperlakukan itu dalam mutatis mutandis,” ujar Sri Harini.
Baca juga: Aturan ASN Harus Mundur Jika Ingin Menjadi Penyelenggara Pemilu Diuji ke MK
Kemudian dalam petitum provisinya, Sri Harini menyebut Pemohon meminta agar Mahkamah memprioritaskan pemeriksaan perkara sebelum penyelenggaraan tahapan seleksi KPU/Bawaslu masa jabatan tahun 2022 sampai 2027 yang akan dimulai sekitar bulan Oktober 2021. Sementara dalam pokok permohonan, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan frasa mengundurkan diri dari jabatan politik, jabatan di pemerintahan, jabatan di BUMN dan/atau BUMD pada saat mendaftar sebagai calon, sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf j dan Pasal 117 huruf j Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6109 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mengundurkan diri dari jabatan politik, jabatan di pemerintahan, jabatan di BUMN dan/atau BUMD setelah terpilih.
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan frasa “mengundurkan diri dari jabatan di pemerintahan pada saat mendaftar sebagai calon” sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf j dan Pasal 117 huruf j UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Menurut Pemohon, pemaknaan dengan tafsir dari ketentuan Pasal 21 huruf j dan Pasal 117 huruf j UU Pemilu, bahwa subjek hukum yang mencalonkan diri sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Panwaslu Kelurahan/Desa serta Panwas TPS, harus mundur dari jabatan di pemerintahan pada saat mendaftar, secara konstitusional pasti merugikan atau setidaknya mengurangi hak konstitusional Pemohon.
Pemohon mendalilkan seorang ASN harus mundur dari jabatannya tanpa kehilangan statusnya sebagai ASN apabila ingin menduduki jabatan yang diperoleh melalui pemilu (DPR, DPD, DPRD dan Pilkada) dengan alasan adanya potensi menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya dalam pemilu, mengganggu pelaksanaan tugas dan jabatan yang sedang didudukinya karena mengikuti proses tahapan pemilu. Pengunduran diri dari jabatannya bukan sejak mendaftar akan tetapi setelah melalui rangkaian verifikasi persyaratan sehingga ditetapkan sebagai calon. Dengan demikian, ketentuan a quo dinilai merugikan karena Pemohon merupakan ASN dengan jabatan Pengawas yang harus kehilangan jabatannya dalam seleksi anggota KPU. Padahal, dalam seleksi tersebut, para Pemohon belum tentu terpilih sebagai anggota. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: Raisa Ayudhita