JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) pada Rabu (8/9/2021) siang. Sidang perkara yang teregistrasi dengan Nomor 40/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Ignatius Supriyadi, Sidik dan Janteri.
Salah seorang Pemohon, Ignatius Supriyadi, membacakan perbaikan permohonan kepada panel hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams didampingi Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
“Perbaikan yang telah dilakukan para Pemohon, memperbaiki aspek penulisan dan bahasa dalam permohonan. Di antaranya, penulisan pasal harus didahulukan dari ayat. Selain itu, terdapat penambahan uraian di bagian kedudukan hukum para Pemohon, uraian mengenai kualifikasi para Pemohon sebagai advokat yang memiliki kesempatan untuk menjadi komisaris independen karena keahlian kami di bidang hukum. Hal ini tentunya menjadi nilai tambah,” ujar Ignatius Supriyadi.
Perbaikan permohonan berikutnya, para Pemohon menambah penjelasan di bagian alasan permohonan atau posita. Para Pemohon juga menguraikan tentang perbenturan kepentingan, termasuk juga uraian tidak adanya larangan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjadi komisaris independen.
“Dalam alasan permohonan, kami juga menambah uraian tentang komposisi jumlah komisaris independen yang harus ada di bidang perbankan. Contohnya bank umum maupun perusahaan go public,” jelas Ignatius.
Untuk diketahui, permohonan Nomor 40/PUU-XIX/2021 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) ini diajukan oleh Ignatius Supriyadi, Sidik, dan Janteri. Para Pemohon dalam kedudukan hukum menyebutkan berprofesi sebagai advokat dan juga sebagai pembayar pajak. Para Pemohon melakukan pengujian materiil Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT yang menyebutkan, “Komisaris Independen yang ada di dalam pedoman tata kelola Perseroan yang baik (code of good corporate governance) adalah “Komisaris dari pihak luar” .”
Sidik, salah seorang Pemohon, dalam persidangan perdana yang digelar di MK, Kamis (26/8/2021) siang, menyatakan Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT memuat frasa “Komisaris dari pihak luar” dalam tanda petik. Menurut para Pemohon, adanya tanda petik tersebut menjadikan pengertian komisaris dari pihak luar tidak memiliki makna yang sebenarnya atau memiliki arti yang khusus. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut makna “Komisaris dari pihak luar”.
Para Pemohon mempertanyakan, apakah artinya “Komisaris dari pihak luar” tidak terafiliasi dari pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya. Jika demikian, menurut para Pemohon, tidak diperlukan penjelasan lebih lanjut karena bunyi Pasal 120 ayat (2) UU PT memang memuat materi itu.
Para Pemohon menyatakan memiliki kesempatan menjadi komisaris independen. Keahlian dan profesionalitas para Pemohon di bidang hukum merupakan modal awal atau bahkan nilai lebih karena latar belakang sarjana hukum membuat penerapan prinsip kepatuhan hukum perusahaan semakin terjamin. Namun, kesempatan tersebut menipis atau bahkan hilang akibat multitafsirnya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT, bahwa komisaris independen dapat ditafsirkan “dapat dijabat oleh aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara negara, atau pejabat negara”.
Para Pemohon yang berprofesi sebagai Advokat akhir-akhir ini menerima banyak pertanyaan terkait dengan Komisaris Independen. Pertanyaan yang dilontarkan kepada para Pemohon adalah apakah ASN dapat menjabat sebagai Komisaris Independen baik di BUMN maupun perusahaan swasta. Multitafsirnya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT menyebabkan para Pemohon tidak dapat memberikan pandangan atau pendapat yang pasti, sehingga para Pemohon tidak dapat menjalankan tugas profesinya secara baik.
Baca juga:
Tiga Advokat Persoalkan Komisaris dari Pihak Luar dalam UU Perseroan Terbatas
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.