JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (6/9/2021). Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 43/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Vikash Kumar Dugar selaku Direktur Utama PT Realindo (Pemohon Prinsipal).
Eddy Christian selaku kuasa Pemohon menjelaskan bahwa Pemohon melakukan uji materiil Pasal 31A ayat (4) UU MA yang menyatakan, “Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.”
Pemohon adalah badan hukum privat yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha pengelolaan dan penyewaan gedung perkantoran Sainath Tower. Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 31A ayat (4) UU No. 3/2009 yang mengakibatkan Pemohon tidak mendapat hak konstitusionalnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), serta Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Pertengahan 2007, Pemohon mulai melakukan pembangunan fisik gedung perkantoran Sainath Tower, namun proses pembangunan terhenti pada akhir 2011, dilanjutkan pada April 2014. Pada pertengahan 2016 saat gedung perkantoran selesai dibangun, Pemohon mendapat dua nomor Surat Tagihan Pajak (STP) dan empat nomor Surat Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) oleh Direktur Jenderal Pajak terkait penetapan PKP Gagal Berproduksi dengan dasar hukum Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU KUP), Pasal 9 ayat (6a) dan ayat (6b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN), serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014 (menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2010).
Terhadap permasalahan tersebut, kata Eddy, Pemohon melakukan berbagai upaya hukum sampai dengan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Pada akhir 2020 sambil menunggu putusan PK, Pemohon mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Agung atas Pasal 7 ayat (4) dan ayat (6) PMK-31 tentang Saat Penghitungan Dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan Yang Telah Dikreditkan Dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mengalami Keadaan Gagal karena dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.
Selanjutnya, ungkap Eddy, Pemohon mengajukan permohonan keberatan Hak Uji Materiil (HUM) tertanggal 10 Desember 2020 dan diterima oleh Kasubdit Hak Uji Materiil dan Sengketa Pajak Panitia Muda TUN pada 14 Desember 2020 sesuai tanda terima penerimaan berkas perkara HUM disertai dengan pembuatan Akta Permohonan Hak Uji Materiil dan pada 6 Januari 2021 berkas permohonan telah teregistrasi. Pertengahan April 2021 Pemohon mendapatkan informasi mengenai amar putusan atas permohonan uji materiil di Mahkamah Agung dari laman Kepaniteraan diketahui amar putusan dari permohonan pengujian adalah permohonan HUM tidak diterima. “Sampai hari salinan putusannya belum kami terima,” jelas Eddy kepada Panel Hakim.
Selanjutnya, Pemohon mengartikan jangka waktu 14 (empat belas) hari dalam pasal 31A ayat (4) UU MA merupakan tenggat waktu untuk harus diselesaikannya permohonan pengujian dengan telah menghasilkan keputusan. Namun waktu penyelesaian permohonan pengujian melebihi 2 kali dari 14 (empat belas) hari kerja yakni jumlah keseluruhan waktu 28 (dua puluh delapan) hari kerja. Dengan amar putusan tidak diterima (NO) yang telah diputuskan Mahkamah Agung, dapat dimaknai bahwa tidak terdapat kesalahan dalam hal pemenuhan jangka waktu penyelesaian permohonan pengujian di pihak Majelis Hakim Agung. Dapat dimaknai oleh Pemohon bahwa ketentuan Pasal 31 ayat (4) UU MA memang tidak mengikat Mahkamah Agung dan tidak berlaku umum.
Pemohon mendalilkan telah melakukan pengujian kepada Mahkamah Agung karena mengalami kerugian konstitusional atas suatu peraturan yang telah dicabut, walaupun peraturan tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Namun pada masa sebelumnya saat masih berlaku telah dipakai sebagai alat penetapan hukum pajak oleh Pembentuk Undang-Undang yang telah membuat kerugian konstitusional Pemohon sehingga Pemohon berkepentingan untuk dapat melakukan pengujian materinya di Mahkamah Agung.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 31A ayat (4) UU MA tidak mengikat sepanjang frasa“paling lama 14 (empat belas) hari kerja tidak dimaknai sebagai waktu penyelesaian permohonan pengujian”.
“Menyatakan kerugian-kerugian hak konstitusional yang didalilkan Pemohon dapat dipulihkan kembali, memerintahkan Mahkamah Agung kembali melakukan pengujian materiil atas Pasal 7 ayat (4) dan ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014,” ujar Eddy.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Ketua Panel Hakim Manahan MP Sitompul menyarankan Pemohon agar menambahkan UU MK terbaru dengan perubahan-perubahannya dalam Kewenangan Mahkamah di permohonan Pemohon. Oleh karena itu, Manahan menasihati Pemohon agar mempelajari permohonan-permohonan yang pernah diajukan ke MK melalui laman MK. Lainnya, Manahan meminta Pemohon menguraikan kerugian konstitusionalnya agar kedudukan hukum Pemohon terlihat.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta Pemohon agar menyimak Pasal 10 Peraturan MK No. 2 Tahun 2021, terkait format permohonan. Selain itu, daftar alat bukti yang tercantum dalam permohonan, agar dikeluarkan dari permohonan dan dibuat tersendiri. “Permohonan Pemohon juga tidak ada halamannya, agar ditambahkan. Permohonan juga diringkas dan disederhanakan,” tambah Arief.
Sedangkan Hakim Konstitusi Suhartoyo (Anggota) menyarankan agar merombak permohonan sehubungan disebutkannya Eddy Christian sebagai kuasa Pemohon. Termasuk tidak menggunakan kop surat berlabel perusahaan yang dipimpin Pemohon Prinsipal, dalam permohonan. Selain itu, Suhartoyo menyarankan agar lebih memadatkan permohonan, tidak usah terlalu panjang. “Karena sebenarnya yang persoalan dimohonkan sederhana,” tandas Suhartoyo.
Panel Hakim memberikan waktu 14 (empat belas) hari kerja kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan. (*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: Fitri Yuliana