JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (3/8/2021). Para Pemohon Perkara Nomor 33/PUU-XIX/2021 ini adalah Nurhasanah (Pemohon I) dan Khoerul Huda (Pemohon II) didampingi tim kuasa hukum Zul Armain Aziz dkk.
Para Pemohon melakukan pengujian materiil Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU OJK. Pasal 53 ayat (1) UU OJK menyatakan, “Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Kemudian Pasal 53 ayat (2) UU OJK menyatakan, Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp.45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
Berikutnya, Pasal 54 ayat (1) UU OJK menyatakan, Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d atau tugas untuk menggunakan pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Terakhir, Pasal 54 ayat (2) UU OJK menyatakan, Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, korporasi dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp.45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
Kedudukan Hukum dan Dalil Permohonan
Para Pemohon adalah pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang badan usahanya berbentuk usaha bersama sehingga pemegang polis adalah pemilik dari badan usaha tersebut. Selain itu para Pemohon juga merangkap sebagai anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA) AJB Bumiputera 1912.
Kuasa hukum para Pemohon, Zul Armain Aziz menuturkan, pada 8 Maret 2021 Nurhasanah (Pemohon I) dipanggil oleh Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan dan ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan berupa mengabaikan atau tidak memenuhi atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis Nomor S.13/D.05/2020 tanggal 16 April 2020 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan/atau Pasal 54 UU OJK juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP di AJB Bumiputera 1912 periode April 2020 sampai dengan Oktober 2020.
Para Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan akibat keberadaan Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU OJK yang tidak sesuai dengan sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 4 1945. Pemohon I ditetapkan sebagai tersangka oleh Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan dalam dugaan tindak pidana di sektor jasa keuangan berupa mengabaikan atau tidak memenuhi atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK tersebut di atas.
Para Pemohon mendalilkan frasa Setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a UU No. 21/2011 dan frasa Setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d atau tugas untuk menggunakan pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, merupakan suatu pasal yang bersifat elastis yang dapat disalahgunakan oleh OJK untuk menjerat seseorang atau korporasi melakukan tindak pidana dalam sektor jasa keuangan.
Frasa dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan dan frasa dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis tersebut menurut hemat para Pemohon merupakan bentuk ketidakpastian hukum yang adil dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Sebab frasa tersebut mempunyai unsur subjektifitas bagi OJK, yang mana apabila suatu perintah tertulis yang terdiri dari beberapa poin dan salah satu poin belum dilaksanakan, maka OJK dapat melakukan kewenangannya dengan mempergunakan Pasal 53 dan Pasal 54 UU OJK sebagai acuan hukum.
Analisa Norma
Menanggapi permohonan tersebut, panel hakim memberikan nasihat kepada para Pemohon atau kuasanya. Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menilai format permohonan sudah cukup baik, ada identitas para Pemohon, kedudukan hukum para Pemohon, alasan permohonan hingga petitum. Manahan juga mencermati, pasal-pasal yang diuji para Pemohon merupakan pasal-pasal pidana.
“Norma inilah yang harus dianalisis oleh para Pemohon, terkait dengan kedudukan hukum para Pemohon," saran Manahan.
Selain itu, Manahan tidak melihat isi pasal-pasal yang menjadi batu uji para Pemohon. Pemohon hanya mencantumkan pasal-pasal yang menjadi batu uji.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh memberikan catatan terhadap permohonan para Pemohon. Di antaranya para Pemohon tidak menguraikan UU MK terbaru sebagai perubahan dari UU MK sebelumnya. UU MK terbaru perlu dicantumkan dalam Kewenangan Mahkamah pada permohonan para Pemohon. Berikutnya, Daniel mempertanyakan status para Pemohon.
"Apakah hanya Pemohon I yang menjadi tersangka atau Pemohon II juga sebagai tersangka. Hal inilah yang perlu dijelaskan para Pemohon," saran Daniel.
Sedangkan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih selaku Ketua Panel pun menegaskan agar para Pemohon cermat dan lebih berhati-hati dalam membuat permohonan. Karena dalam permohonan hanya diuraikan kerugian konstitusional Pemohon I. Enny menyarankan Pemohon II juga menguraikan kerugian konstitusionalnya dalam permohonan. Enny meminta agar uraian kerugian Pemohon II dilengkapi.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayudhita.