JAKARTA, HUMAS MKRI – Perubahan UUD 1945 di Indonesia pada 1999 hingga 2002 merupakan pondasi tepat untuk membangun peradaban dan ketatanegaraan Indonesia menuju negara hukum yang konstitusional. Konstitusi sebagai hukum dasar negara (the supreme law of the land) haruslah menjadi landasan dan pedoman bagi seluruh elemen negara dalam menjalankan roda organisasi bernegara.
“Tidak boleh ada alasan apapun dalam menaati konstitusi. Jika konstitusi tidak ditaati, maka pondasi negara akan rapuh, mengingat bahwa konstitusi merupakan hukum dasar negara. Sebaliknya, jika konstitusi menjadi pegangan teguh dalam penyelenggaraan negara, maka kokohlah pondasi negara,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman selaku keynote speaker acara National Conference on Law Studies 2021 yang diseleggarakan Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta secara virtual pada Kamis (22/4/2021).
Anwar menuturkan, seorang ahli konstitusi bernama Otto Kirchheimer dari Jerman mengatakan bahwa suksesnya suatu revolusi atau perubahan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari konstitusi. Revolusi atau perubahan masyarakat tersebut tentulah berelasi dengan ikhtiar untuk membangun peradaban dan ketatanegaraan sebuah negara. Tanpa konstitusi, tidaklah mungkin sebuah peradaban, keadaban, dan keteraturan tata kelola negara, dapat terlaksana. Karena konstitusilah yang menjadi rule of the game bagi penyelenggaraan negara.
“Dalam konteks yang tengah terjadi pada hari ini, ketika kita sedang dilanda musibah pandemi Covid-19, sebagaimana juga dialami berbagai negara, konstitusi sebagai hukum dasar tetap harus menjadi pegangan bagi setiap penyelenggara negara. Justru di tengah kondisi pandemi Covid-19, atensi dan intensi penyelenggara negara dalam menegakkan konstitusi sebagai hukum dasar, harus lebih ditingkatkan. Karena dalam kondisi pandemi Covid-19, rakyat membutuhkan perlindungan dari penyelenggara negara, agar wabah yang terjadi tidak sampai memakan korban dan kerugian yang lebih besar,” urai Anwar yang membawakan materi bertema “Membangun Sistem Hukum di Masa Pandemi Covid-19.”
Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara
Anwar Usman melanjutkan, salah satu materi muatan utama dalam konstitusi sebagai hukum dasar adalah perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara. Sehingga dalam kondisi pandemi Covid-19, justru banyak hak-hak konstitusional warga negara yang harus dilindungi. Komponen yang utama dan pertama untuk melindungi hak konstitusional warga negara adalah penyelenggara negara.
“Hal tersebut jelas tertuang dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat tentang cita dan tujuan dibentuknya suatu pemerintahan negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Artinya, tidak ada tafsir lain dari tujuan dibentuknya pemerintahan suatu negara, selain bertujuan untuk melindungi setiap warga negaranya dalam kondisi apapun dan terhadap siapapun yang dapat merugikan hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara,” tegas Anwar dalam acara yang dihadiri Rektor UPN Veteran Jakarta, Erna Hernawati bersama segenap jajarannya serta para peserta lainnya.
Dikatakan Anwar, jika dalam waktu belakangan ini istilah ‘salus populi suprema lex esto’ yang memiliki arti keamanan atau keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi menjadi istilah yang demikian populer, sesungguhnya makna istilah tersebut sejalan dan telah menjadi tujuan dibentuknya pemerintahan negara sebagaimana telah diuraikan di atas. Namun, ujar Anwar, persoalan pandemi Covid-19 bukanlah persoalan yang mudah dan hanya memiliki dampak kecil. Persoalan pandemi Covid-19 memiliki dampak yang luas dan merasuk ke berbagai sendi kehidupan.
“Dalam kondisi normal saja, tanpa adanya wabah penyakit yang bersifat pandemi, penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh negara merupakan persoalan yang sangat rumit dan pelik. Bahkan jika kita merujuk pada negara Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara adidaya, ketika membahas dan akan mengesahkan jaminan kesehatan pada masa kepemimpinan Obama, yang ketika itu akan meluncurkan program Obama care, hal tersebut menjadi kontroversi yang demikian hebat. Kontroversi tersebut lebih disebabkan pada persoalan anggaran negara yang kemungkinan akan terkuras sangat besar, jika setiap warga negara harus ditanggung negara untuk asuransi kesehatannya,” ucap Anwar.
Pilkada Serentak
Anwar mengatakan, dampak pandemi Covid-19 telah merasuk ke berbagai sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, pertahanan dan keamanan, pengetahuan serta teknologi, dan lainnya yang mencakup banyak aspek dan kompleks. Dalam aspek hukum saja, jika akan ditelesik sedemikian dalam, banyak aspek hukum dari berbagai cabang ilmu hukum yang juga tidak kalah rumitnya.
“Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dan sesuai dengan bidang kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal demokrasi serta sesuai dengan kondisi faktual, maka salah satu contoh yang relevan untuk diuraikan dalam kesempatan ini adalah terkait penyelenggaraan pilkada serentak yang baru selesai dilaksanakan,” imbuh Anwar.
Disampaikan Anwar, keputusan untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak Tahun 2020 telah ditetapkan oleh pemerintah dan DPR. Oleh karena itu, pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 harus dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
“Banyak penyesuaian yang harus dilakukan dalam setiap tahapan, termasuk proses penyelesaian perselisihan di Mahkamah Konstitusi. Penyesuaian tahapan pelaksanaan pilkada serentak serta penyelesaian perselisihannya bukanlah hal mudah untuk dilakukan, meski juga bukan berarti hal yang tidak mungkin untuk dilaksanakan. Alhamdulillah semua itu telah mampu kita lalui,” ujar Anwar.
Lebih lanjut Anwar mengungkapkan, sejak pandemi Covid-19 melanda berbagai negara, terdapat 50 negara lebih yang tetap melaksanakan pemilu. Beberapa negara ada yang melaksanakan pemilu dengan sukses. Tiga negara yang dianggap sukses dalam menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi adalah Korea Selatan, Mongolia dan Srilanka.
“Meski contoh-contoh negara tersebut tidak apple to apple jika mau dibandingkan dengan negara kita yang memiliki kondisi geografis, jumlah penduduk dan pemilih serta berbagai hal lainnya, tetapi saya tetap ingin berbaik sangka serta mengajak kita semua untuk tetap berikhtiar yang terbaik bagi bangsa dan negara, agar pilkada serentak pada tahun 2020 ini, dapat diselenggarakan dengan sukses,” kata Anwar.
Menurut Anwar, pilihan-pilihan yang dihadapkan kepada semua orang adalah sesuatu yang memang harus diputuskan, meski berat untuk memilihnya. Namun sebagai seorang muslim, Anwar berkeyakinan dan berpegang kepada firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 286 yang menyatakan, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”.
Oleh karena itu Anwar berkeyakinan, jika setiap ikhtiar yang kita lakukan didasari dengan niat untuk melaksanakan pemenuhan hak-hak konstitusional setiap warga negara serta telah bersungguh-sungguh dalam mengusahakannya, maka usai sudah kewajiban kita sebagai manusia untuk berusaha. Tentu kita semua menyadari dan memahami, bahwa setiap pilihan pasti tidak akan ada yang sempurna.
“Namun dalam kesempatan ini izinkanlah saya mengajak kita semua mengambil peran dari bidangnya masing-masing, berkontribusi bagi tegaknya hukum dan konstitusi serta bergotong royong dalam menangani persoalan bangsa yang semakin kompleks dari masa ke masa. Tanpa kebersamaan setiap komponen warga bangsa, mustahil hukum dan konstitusi serta pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara dapat diwujudkan menjadi nyata. Uraian indah dalam teks konstitusi akan hanya indah di atas kertas semata, jika tidak ada ikhtiar bersama untuk mewujudkannya,” tandas Anwar.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.