JAKARTA (Suara Karya): Masyarakat kini cenderung memilih tokoh berusia muda untuk memimpin daerah mereka. Pilihan ini dilakukan karena masyarakat menginginkan perubahan dan tokoh muda itu diyakini bisa memberi harapan perbaikan kehidupan, termasuk dalam peningkatan kesejahteraan.
Namun, kecenderungan untuk memberikan pilihan terhadap tokoh muda itu juga mempunyai risiko besar yang justru bisa mengecewakan para pemilih itu sendiri. Pasalnya, apa yang diharapkan bisa diwujudkan para tokoh muda itu nanti ternyata tidak sesuai harapan.
Demikian benang merah rangkuman pendapat yang dihimpun Suara Karya dari berbagai kalangan terkait pasangan Achmad Heryawan-Dede Yusuf (Hade) yang unggul sementara dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jabar yang digelar hari Minggu (14/4) kemarin.
Pendapat itu antara lain datang dari Andi Yuliani Paris (anggota Komisi II DPR), Yuddy Chrisnandi (anggota Komisi I DPR), Jeiry Sumampouw (Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat--JPPR), Asep Warlan Yusuf (pengamat Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung), KH Mumuh Abdurochman (pemimpin Pondok Pesantren Al Hidayah, Al Badar di Jabar), Herman Ibrahim (pengamat politik dari Jawa Barat), Andrinof A Chaniago (pengamat politik dari UI), dan Fadjroel Rahman (aktivis).
Andi Yuliani Paris mengaku sependapat bahwa munculnya calon muda menjadi pemberi harapan baru bagi masyarakat. Masyarakat ingin perubahan, sehingga fenomena ini akan bisa terjadi di beberapa daerah lainnya yang akan menggelar pilkada, termasuk kemungkinan pada pemilihan presiden (pilpres) mendatang.
Menurut dia, masyarakat, khususnya pemilih muda, merasa terwakili dengan hadirnya figur muda yang tampil dalam proses pilkada. Jika calon perseorangan sudah bisa ikut dalam pilkada, diyakini akan semakin banyak tokoh muda yang akan tampil bersaing dengan tokoh yang sudah ada.
Ia juga mengatakan bahwa besarnya dana kampanye dari setiap pasangan peserta pilkada bukan lagi menjadi penjamin akan bisa memengaruhi pemilih dalam menentukan calonnya. "Kasus ini telah menjadi bukti nyata," katanya.
Hal senada juga disampaikan Yudhi Crisnandi. "Rakyat menginginkan harapan baru dari yang lebih muda," katanya.
Diakui, wacana munculnya calon pemimpin muda itu relevan untuk membawa perubahan dalam kehidupan bernegara. Untuk itu, Yuddy meminta para tokoh senior dapat memberikan ruang bagi kaum muda yang ingin menjadi pemimpin.
Dia juga mengimbau kepada tokoh lainnya yang merasa mampu tampil sebagai pemimpin altenatif agar tidak malu-malu. "Saya mengimbau untuk tampil dan bangkit bagi Anda yang mampu," katanya.
Menurut dia, sekarang muncul ketidakpuasan pada politisi usia tua dalam menangani masalah bangsa seperti memerangi kemiskinan, kebodohan, dan pemberantasan korupsi. Karena itu, diperlukan kehadiran kaum muda untuk memimpin bangsa dan menangani masalah tersebut.
Jeiry Sumampow mengatakan, kemenangan Hade ini juga membuktikan bahwa kemenangan dalam pemilu tidak lagi ditentukan oleh faktor banyaknya uang. "Dalam pilkada, uang bukan lagi faktor yang menentukan kemenangan calon," ungkapnya.
Diakuinya, ada benarnya faktor usia muda menjadi penentu. Namun hal ini bukan yang utama, karena kemenangan pada pasangan Hade ditentukan dari beberapa hal lainnya, di antaranya adalah persentase masyarakat yang tak memilih cukup besar sekitar 35 persen.
Sedang pengamat politik asal Jabar Herman Ibrahim, menilai, kemenangan pasangan Hade tidak lepas dari kepopuleran Dede Yusuf. Gencarnya pemberitaan media massa, juga sangat menentukan pasangan muda itu naik ke kursi Jabar satu.
Andrinof A Chaniago mengungkapkan, kemenangan sementara Hade merupakan tantangan besar buat pasangan dari generasi muda yang tidak mempunyai pengalaman sama sekali di pemerintahan, sekaligus menjadi pelajaran bagi politisi yang terlalu mengandalkan posisi incumbent atau besarnya pengikut partai.
Senada dengan Andrinof A Chaniago, Fadjroel Rahman menambahkan, kemenangan sementara pasangan itu merupakan hal yang sangat fenomenal dan akan menjadi bola salju untuk pilgub di daerah lainnya. Kombinasi birokrat dan militer yang biasanya menjadi "amunisi" untuk sebuah pilkada menjadi tidak berlaku di Jabar.
Hal serupa diutarakan Asep Warlan Yusup. Ia mengatakan, rakyat pemilih di Jabar tengah gandrung adanya tokoh muda. "Ini menjadi keunggulan pasangan Hade. Sementara pasangan lainnya kurang menggarap potensi pemilih dari kalangan muda," katanya.
Senada dengan itu, KH Mumuh Abdurochman mengungkapkan keinginan untuk mencoba yang baru bagi warga pemilih di Jabar sangat kuat. Namun menurut dia, kecenderungan tersebut bersifat "cepat lantas". Artinya, pilihan itu hanya karena popularitas, bukan pada subtansi, apa dan bagaimana sang terpilih.
Terlepas dari itu, jika kecenderungan untuk memberikan pilihan terhadap tokoh muda yang tanpa memiliki kedalaman atas substansi pilihanya itu, suatu ketika bakal memunculkan kekecewaan. "Ini jangan berlanjut. Sebab, tidak baik pada pelaksanaan demokrasi," kata dia.
Hasil penghitungan cepat (quick qount) yang dilakukan beberapa lembaga survei menempatkan pasangan Hade di posisi teratas. Sementara berdasarkan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, Minggu, pukul 20.54, perolehan suara yang tertinggi diperoleh pasangan Hade sebanyak 140.435 suara (39,21 persen). (Rully/Tarwono/Joko S/Agus Dinar/LM Sinaga)
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto www.google.co.id