JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Selasa (1/09/2020) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Sidang perkara yang teregistrasi dengan Nomor 62/PUU-XVIII/2020 ini beragendakan perbaikan permohonan. Permohonan diajukan oleh Koko Koharudin yang menguji pasal 18 ayat 1 UU BPJS yang menyatakan, “Pemerintah mendaftarkan penerima Bantuan Iuran dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS.”
Dalam persidangan panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya E’et Susita mengatakan Pemohon telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran panel hakim pada sidang pendahuluan. Perbaikan antara lain mengenai kewenangan MK. Kemudian, pada bagian legal standing, Pemohon mempertegas kerugian konstitusional pada saat Pemohon masih bekerja dan setelah berhenti bekerja. Selain itu, pemohon juga menambahkan alat bukti tambahan. Sementara pada bagian pokok permohonan, Pemohon tidak menambahkan hal apapun hanya, menghilangkan beberapa kalimat yang redundant. Sedangkan pada petitum, Pemohon meringkas petitum permohonan menjadi empat poin.
Baca Juga: Kesulitan Membayar Iuran Akibat PHK, UU BPJS Diuji
Pada persidangan sebelumnya, Pemohon merasa dirugikan atas keberadaan pasal UU a quo karena Pemohon kesulitan menjadi peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI). E’et mengatakan, sejak 28 Januari 2018 kepersertaan Pemohon di BPJS menjadi non aktif karena permasalahan premi. Hal ini bermula dari berakhirnya hubungan kerja Pemohon dengan PT Jogja Tugu Trans pada 2017, sehingga status kepesertaan Pemohon sebagai anggota BPJS Peserta Penerima Upah (PPU) tidak dapat diteruskan. Sementara Pemohon tidak mampu untuk melanjutkan kepesertaannya menjadi anggota BPJS peserta mandiri dan segala kewajibannya.
“Dalam permohonan a quo Pemohon tidak mempersoalkan kepesertaan BPJS yang bersifat wajib, akan tetapi Pemohon memohon agar kepesertaan BPJS yang bersifat wajib tersebut tidak memberatkan Pemohon sebagai korban PHK,” ujarnya.
Di lain hal, dalam ketentuan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan disebutkan bahwa peserta yang menjadi korban PHK dapat menikmati fasilitas BPJS selama 6 bulan sejak terkena PHK, dan setelahnya berhak menjadi anggota PBI dengan syarat mendapat putusan tetap dari Pengadilan Hubungan Industial atau perusahaan yang bersangkutan melakukan penggabungan yang berdampak pada rasionalisasi karyawan, atau perusahaan tersebut pailit, atau karyawan yang terkena PHK mengalami sakit atau cacat permanen.
Hal ini pun membuat Pemohon tidak dapat menjadi PBI, karena tidak memenuhi semua persyaratan tersebut. Sehingga, Pemohon meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 18 ayat 1 UU BPJS bertentangan dengan UUD 1945 apabila dimaknai menghilangkan hak dari warga negara yang benar secara nyata tidak memiliki kemampuan ekonomi dalam hal membayar iuran BPJS untuk mendaftarkan sebagai peserta BPJS kriteria PBI.
Penulis: Utami A.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Y.
Foto: Gani