JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU PMB/UU Minerba), Selasa (25/8/2020). Agenda sidang adalah perbaikan permohonan untuk gabungan tiga perkara, yaitu perkara Nomor 58/PUU-XVIII/2020, Nomor 59/PUU-XVIII/2020, dan Nomor 60/PUU-XVIII/2020.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Bahrul Ilmi Yakup selaku Pemohon perkara Nomor 58/PUU-XVIII/2020, mengatakan bahwa pihaknya mengubah struktur permohonan uji materi dari lima komponen menjadi empat komponen sesuai dengan saran yang disampaikan oleh panel hakim dalam sidang sebelumnya, yaitu dengan menghilangkan komponan norma penguji. Selain itu, memperbaiki kesalahan ketik yang ada pada permohonan terdahulu.
“Ada beberapa kesalahan ketik dan telah diperbaiki pada beberapa halaman dan beberapa tempat,” kata Bahrul Ilmi Yakup.
Bahrul Ilmi Yakup juga menambah uraian tentang kewenangan Mahkamah. Selain itu, ia telah merinci kerugian konstitusional Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, dan Pemohon VII sesuai dengan saran-saran yang diberikan oleh Majelis Panel sebelumnya.
“Kam juga memperbaiki dalil dan uraian Pokok Permohonan dengan mengakomodir beberapa saran termasuk beberapa perspektif teori yang disarankan oleh Majelis Panel sebelumnya yang tertulisnya sudah kami sampaikan,”ujarnya.
Kemudian perkara Nomor 59/PUU-XVIII/2020, Victor Santoso Tandiasa menyampaikan bahwa terhadap komposisi Pemohon. Victor mengatakan, terdapat penambahan Pemohon, yaitu Arif Zulkifli yang merupakan konsultan hukum lingkungan dan pertambangan. “itu kita masukkan menjadi Pemohon II, untuk Pemohon I tetap Kurniawan,” ujar Victor.
Sementara perkara Nomor 60/PUU-XVIII/2020, Pemohon telah memperbaiki legal standing para Pemohon. Untuk posita, terdapat beberapa masukan yang telah dielaborasi.
“Yang pertama adalah kami telah memasukkan Putusan MK Nomor 92/PUU X/2012 tentang Kewenangan DPD dalam Proses Pembahasan Rancangan Undang Undang sesuai dengan kemarin disampaikan oleh Hakim Panel. Kemudian yang kedua. Kami melakukan atau mengajukan penambahan soal penundaan atau permohonan penundaan keberlakuan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020, Yang Mulia, sesuai dengan perbaikan Permohonan kami di halaman 37 angka 100 sampai 103,”jelas Ikhwan Fahrojih,.
Sebelumnya, dalam permohonan Nomor 58/PUU-XVIII/2020 yang diajukan oleh Bahrul Ilmi Yakup dan 6 Pemohon lainnya, para Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU Minerba telah menjadikan wewenang penerbitan Perizinan Berusaha Pertambangan adalah wewenang pemerintah pusat sepenuhnya. Hal tersebut menegasikan otonomi teritorial dan otonomi fungsional yang dimiliki oleh provinsi atau kabupaten/kota sehingga bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Berdasarkan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 dan Pasal 9 ayat (2) UU Pemerintahan Daerah yang mengatur wewenang apa saja yang menjadi urusan Pemeritahan Pusat, urusan pertambangan in casu pemberian izin. Para Pemohon juga mendalilkan ketentuan Pasal 35 ayat (4) UU Minerba memiliki argumen inkonstitusionalitas secara mutatis mutandis yang sama dengan norma Pasal 35 ayat (1) UU Minerba.
Sedangkan dalam permohonan perkara Nomor 59/PUU-XVIII/2020, para pemohom mengatakan substansi materi UU Minerba berisi tentang ketentuan-ketentuan norma yang mengatur hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam, hal ini berarti keikutsertaan DPD RI dalam membahas Rancangan Undang-Undang Minerba adalah suatu amanat konstitusi yang tidak bisa diabaikan karena menyangkut hadirnya kedaulatan rakyat yang telah diberikan kepada DPD RI melalui Pemilu untuk mewakili kepentingan daerah atas pembentukan UU Minerba.
Sementara Pemohon perkara Nomor 60/PUU-XVIII/2020 merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena pembahasan UU Minerba dilakukan secara eksklusif dan tertutup dengan tanpa mengindahkan prinsip keterbukaan dan transparansi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut para Pemohon, dalam pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan DPD, padahal sesuai dengan konstitusi bahwa DPD mempunyai kewenangan membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, sehingga pembahasan RUU Minerba secara konstitusional harus dibahas dengan melibatkan DPD.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Lambang TS.