JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang perdana uji materiil Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (22/7/2020) siang dengan menerapkan protokol kesehatan terkait Covid-19.
Channy Oberlin Aritonang selaku Pemohon Perkara 56/PUU-XVIII/2020 ini menguji sejumlah pasal dalam KUHAP yakni Pasal 1 angka 14, Pasal 184 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 1 angka 14 menyatakan, “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Kemudian Pasal 184 ayat (1), “Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan Saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa” dan Pasal 184 ayat (2), “Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan”.
Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak konstitusionalnya telah dirugikan. Pemohon menjelaskan dalam dalilnya bahwa dirinya merasa ditipu oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bappenas yang menjanjikan anak Pemohon dapat diterima bekerja di PT Aneka Tambang. Setelah Pemohon mengikuti informasi yang diberikan oleh oknum ASN tersebut, anak Pemohon tidak diterima bekerja di PT Aneka Tambang, sedangkan Pemohon telah melakukan transfer sejumlah uang kepada pihak oknum ASN tersebut.
Atas kejadian itu, Pemohon melaporkan oknum ASN tersebut ke Polrestabes Medan, namun pada pada perjalanannya pihak penyidik di Polrestabes Medan menghentikan proses penyidikan kasus tersebut dengan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Nomor SPPP/2032 a/IV/Res.1.11/2020/ Reskrim tanggal 17 April 2020.
“Terbitnya surat penghentian penyidikan tersebut adalah hal yang sangat tidak adil sehingga Pemohon bermaksud untuk mengajukan praperadilan atas peristiwa tersebut,” ungkap Channy di Medan dalam persidangan jarak jauh melalui video conference.
Kasus Konkret
Wakil Ketua MK Aswanto selaku ketua panel mencermati kasus yang dialami Pemohon merupakan kasus konkret, bukan terkait pengujian undang-undang. “Apalagi dalam permohonan, tidak ada petitum Pemohon. Permohonan Bapak tidak memenuhi persyaratan formil. Kami memberikan kesempatan kepada Bapak untuk memperbaiki permohonan sesuai dengan Hukum Acara MK. Paling lambat dua minggu,” tegas Aswanto.
Sedangkan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menyarankan Pemohon agar melihat contoh permohonan untuk berperkara di MK. Selain itu, Pemohon agar menyertakan batu uji berupa pasal-pasal UUD 1945 serta alat bukti Pemohon.
Sementara Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menjelaskan kewenangan MK adalah menguji undang-undang, yaitu dapat mengenai frasa, pasal dan sebagainya, bukan menguji putusan peradilan lain. Manahan juga menasehati Pemohon agar mempelajari cara mengajukan permohonan di MK. Seperti pencantuman identitas Pemohon, uraian Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum Pemohon, uraiqn posita atau alasan permohonan dan petitum atau apa yang diminta Pemohon. Selain itu harus terdapat materi yang diuji, yaitu berupa norma yang bertentangan dengan undang-undang. (*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : Fitri Yuliana