JAKARTA, HUMAS MKRI – Pengelolaan jaminan sosial (dalam hal ini, jaminan pensiun) oleh PT Taspen Persero untuk pejabat negara dan PNS berpegang pada filosofi pengabdian dan penghargaan. Oleh karena itu, jika ada penggabungan pengelolaan jaminan sosial, diharapkan tidak mengabaikan kedua unsur tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama PT Taspen A.N.S. Kosasih dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) pada Rabu (5/2/2020) pagi. Sidang perkara Nomor 72/PUU-XVII/2019 mengagendakan mendengarkan keterangan Pihak Terkait, yakni PT Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan. Sebelumnya, permohonan yang diajukan oleh para pensiunan dan PNS aktif ini mendalilkan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Selanjutnya, Kosasih menyampaikan jika ada penggabungan, maka perlu dilaksanakan dengan fokus dan segmentasi yang jelas. Ia menambahkan pengelolaan jaminan sosial ini harus dilaksanakan dengan filosofi bahwa unsur penghargaan bagi pejabat negara tidak dapat diabaikan. Ia pun menekankan pentingnya untuk memisahkan pengelolaan jaminan sosial secara terpisah dari sektor swasta termasuk dalam hal kebijakan, layanan, dan manfaat dari jaminan sosial yang dimaksudkan.
Pasalnya, penggabungan pengelolaan jaminan sosial ini, tidak hanya akan menghilangkan kebanggaan dari PNS, tetapi juga dapat menghilangkan unsur filosofis berupa penghargaan atas pengabdian. Hal tersebut juga akan berpotensi menggangu kinerja serta pengabdian para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas pemerintahan demi melayani masyarakat. “Terlebih karena dana yang dikumpulkan untuk pegawai negeri sipil tersebut jumlahnya lebih sedikit daripada tenaga kerja swasta yang jumlahnya jauh lebih banyak,” terang Kosasih.
Belum Dapat Dialihkan
Selain itu, Kosasih menekankan tidak ada program jaminan sosial dasar yang sesuai untuk diberikan pada pejabat negara dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Dalam sidang tersebut, Kosasih juga menjelaskan hingga saat ini belum ada bagian dari program PT Taspen yang dapat dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan karena perbedaan program dengan yang diterapkan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, kedudukan Pejabat Negara dan PNS memiliki karakteristik khusus sebagai abdi negara, yang pembayaran pensiunnya dibiayai oleh APBN. Dengan demikian, jaminan sosial bagi Pejabat Negara dan PNS tetap diselenggarakan oleh PT Taspen.
Kosasih menguraikan bahwa ketentuan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS telah memberikan keresahan tentang adanya pengalihan program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun. Awalnya program ini dikelola secara khusus oleh PT Taspen, tapi akan dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Imbasnya, wacana tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para peserta program PT Taspen.
“Bahwa tidak dapat dipastikan dengan adanya pengalihan itu, para peserta Taspen akan mendapatkan layanan dan manfaat yang lebih baik dari pelayanan prima yang selama ini diberikan oleh PT Taspen Persero. Sebuah lembaga yang memang ditugaskan oleh Pemerintah untuk secara fokus menyelenggarakan jaminan sosial dengan segmendan target yang jelas, yaitu Pejabat Negara dan PNS dengan anggaran yang berasal dari APBN,” jelas Kosasih dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya tersebut.
Tidak Membedakan Profesi
Sementara itu, Deputi Direktur Bidang Kepatuhan dan Hukum BPJS Salkoni, dalam keterangan Pihak Terkait berikutnya menyampaikan pengaturan kelembagaan dan mekanisme BPJS sebagai lembaga pengelola jaminan sosial nasional merupakan open legal policy pembentuk undang-undang.
“Kehadiran BPJS Ketenagakerjaan sebagai suatu badan hukum publik diharapkan dapat menyempurnakan sistem terdahulu. Sehingga mampu memberikan perbaikan layanan dengan prinsip kegotongroyongan yang dilaksanakan secara bertahap. Dengan penyelenggaraan jaminan sosial dalam badan hukum publik yakni BPJS Ketenagakerjaan, diharapkan terwujud gotong royong secara nasional tanpa membedakan profesi Warga Negara Indonesia,” jelas Salkoni.
Sehubungan dengan konsep pengalihan program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun yang diselenggarakan oleh PT Taspen Persero kepada BPJS Ketenagakerjaan, Salkoni menerangkan bahwa hal tersebut berasal dari prinsip kegotongroyongan sebagaimana diatur Pasal 4 UU SJSN. Ketentuan tersebut mengatur prinsip-prinsip penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional. Kesimpulannya, pengelolaan konsep jaminan sosial tidak dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara yang profit oriented. Akan tetapi, dilaksanakan oleh badan hukum publik dengan keuntungan yang diperoleh, digunakan, dan dikembalikan manfaat yang diterimanya oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Untuk diketahui, para Pemohon mendalilkan bahwa hak konstitusionalnya telah dirugikan karena terjadi pengalihan layanan program TASPEN kepada BPJS. Menurut Pemohon, hal tersebut menimbulkan penurunan manfaat dan layanan. Selain itu, kebijakan atau politik hukum pemerintah menganut keterpisahan manajemen tata kelola jaminan sosial antara pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara dengan pekerja yang bekerja selain pada penyelenggara negara. Ketentuan tersebut termaktub dalam PP 45/2015 juncto PP 46/2015 yang menegaskan Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun bagi Peserta pada pemberi kerja penyelenggara negara dikecualikan dalam PP tersebut dan diamanatkan untuk diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri.
Pemohon berasumsi, pembentuk undang-undang menghendaki adanya pemisahan pengelolaan program Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua bagi bagi PNS dan Pejabat Negara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena akan menghilangkan hak-hak Pemohon terkait keuntungan yang selama ini didapatkan melalui keikutsertaan dalam Program Jaminan Sosial dan Tabungan Hari Tua.
Sebelum mengakhiri persidangan Anwar menyampaikan bahwa sidang berikutnya akan diselenggarakan pada Senin, 17 Februari 2020 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan Keterangan Ahli Pemerintah. (Sri Pujianti/ Annisa L./LA)