JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan pengujian Undang-Undang KUH Perdata, Yurisprudensi Nomor 391 K/Sip/1969, Nomor 4 K/Sip/1983, Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 75/1472/Perd/PT.BDG, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, Undang-Undang 6 Tahun 1968, dan Putusan Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Bandung Nomor 550.2/22/HGB/ 1996. Permohonan ini diajukan pensiunan PNS di Bandung, Achdiat Adiwinata.
“Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima[W1] ,” ucap Ketua Pleno Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 65/PUU-XVII/2019, Rabu (11/12/2019) di Ruang Sidang Pleno MK.
Secara khusus, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan 30 Oktober 2019 Mahkamah menasihati Pemohon agar memperjelas permohonannya karena Mahkamah sangat sulit memahami uraian permohonan Pemohon. Kesulitan dimaksud bukan hanya dikarenakan permohonannya memang sangat sulit dipahami tetapi juga karena Pemohon mencampuradukkan kewenangan pengujian undang-undang yang menjadi kewenangan MK dengan kewenangan mengadili kasus-kasus konkret, dalam hal ini perkara perdata, yang merupakan kewenangan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum di bawah Mahkamah Agung.
“Hal itu bukan hanya tertera dalam judul permohonannya, tetapi juga dalam posita dan petitum permohonan Pemohon. Mahkamah pun telah menyarankan agar Pemohon berkonsultasi dengan pihak yang memahami tata cara membuat dan mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang membacakan pertimbangan hukum putusan.
Setelah Mahkamah memeriksa secara saksama permohonan Pemohon, in casu perbaikan Permohonan, ternyata perbaikan permohonan yang disampaikan kepada Mahkamah bukanlah perbaikan permohonan sebagaimana dimaksud dalam UU MK. Sebab, uraian yang oleh Pemohon disebut sebagai perbaikan permohonan bukan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU MK dan Pasal 5 ayat (1) PMK 6/2005 melainkan isinya juga hanya memberi tanggapan atau ulasan Pemohon terhadap nasihat Majelis Hakim pada persidangan pemeriksaan pendahuluan.
Terhadap penjelasan Pemohon yang menyatakan perbaikan permohonan yang disampaikannya itu adalah dimaksudkan sebagai bagian atau merupakan penjelasan dari permohonan awal, Mahkamah berpendapat bahwa andaipun benar perbaikan permohonan tersebut dimaksudkan merupakan penjelasan dari permohonan awal, permasalahan yang diajukan oleh Pemohon bukanlah merupakan permasalahan konstitusionalitas norma undang-undang terhadap UUD 1945, melainkan mengenai penerapan undang-undang oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum yang oleh Pemohon dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur,” tegas Arief.
(Nano Tresna Arfana/NRA)