JAKARTA, HUMAS MKRI – Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda) mengajukan permohonan uji materiil Pasal 173 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana perkara Nomor 74/PUU-XVII/2019 ini digelar MK pada Rabu (20/11/2019) di Ruang Sidang Pleno. Pemohon menilai kewajiban verifikasi partai politik sebagaimana diatur dalam UU Pemilu melanggar UUD 1945.
Munathsir Mustaman selaku kuasa hukum menjelaskan bahwa Partai Garuda sebelumnya telah mengikuti proses verifikasi untuk Pemilu 2019 sebagaimana tertuang dalam Pasal 173 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu. Pemohon menilai telah mengeluarkan biaya yang amat besar serta proses yang sangat melelahkan. Oleh karena itu, lanjut Mustaman, sudah seharusnya Pemohon berhak mengikuti pemilu yang dilaksanakan setelah UU Pemilu disahkan yaitu Pemilihan Umum 2019 serta pemilu-pemilu berikutnya. Sementara keberadaan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu justru menjadikan verifikasi bagi parpol yang menyebabkan kerugian konstitusional Pemohon.
“Kalau Pemohon gagal memenuhi syarat verifikasi tersebut antara lain menghadirkan 100 anggota atau menghadirkan seluruh pengurus, maka Pemohon akan dinyatakan tidak lulus verifikasi dan tidak bisa mengikuti pemilu setelah Pemilu 2019,” jelas Mustaman di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Mustaman melanjutkan ketentuan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu berpotensi ditafsirkan jika hasil verifikasi tersebut hanya berlaku untuk Pemilihan Umum 2019. Hal ini, lanjutnya, dikarenakan tidak adanya penjelasan yang jelas dan tegas jika hasil verifikasi tersebut tidak hanya berlaku untuk Pemilihan Umum 2019, tetapi juga untuk Pemilihan Umum berikutnya. Jika potensi kesalahan penafsiran tersebut benar-benar terjadi maka anggota Pemohon akan kehilangan haknya untuk berpartisipasi dalam pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Untuk itulah, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar ketentuan Pasal 173 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai hasil verifikasi Pemilu 2019 tersebut berlaku untuk Pemilu selanjutnya.
Putusan MK Sebelumnya
Menanggapi permohonan tersebut, Panel Hakim yang juga dihadiri oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Manahan M.P. Sitompul menyampaikan saran perbaikan permohonan. Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta Pemohon untuk membaca kembali Putusan MK terkait syarat verifikasi bagi partai politik yang hendak menjadi peserta pemilu. Ia menegaskan bahwa verifikasi partai politik bertujuan untuk menguatkan sistem presidensiil. Selain itu, Saldi juga meminta agar Pemohon menguraikan lebih detail kerugian konstitusional dengan berlakunya pasal yang diuji. “Kerugian konstitusional harus diuraikan dengan argumentasinya mengapa pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu belum muncul dipenjelasan saudara,” tutur Saldi.
Sementara Hakim Konstitusi Manahan M.P Sitompul menyarankan agar Pemohon membaca Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017 mengenai uji materiil verifikasi parpol yang diajukan oleh Partai Islam Damai dan Aman (Partai IDAMAN). Menurut Manahan, permohonan Pemohon serupa dengan putusan MK tersebut, maka ia meminta agar dipikirkan ulang mengenai pengajuan permohonannya.
“Seandainya dari perkara yang diputus itu masih ada alasan Pemohon untuk mengajukan permohonan seperti ada isu konstitusional lain, maka Pemohon bisa menguraikan dalam permohonannya. Ini Saudara masih mencantumkan pasal yang sudah diputus oleh MK,” paparnya.
Pemohon diberikan waktu selama 14 hari kerja untuk menyerahkan perbaikan permohonan selambatnya pada 3 Desember 2019. Sidang berikutnya digelar dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan. (Lulu Anjarsari)