JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, pada Rabu (13/11/2019). Sidang perkara Nomor 65/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh Achdiat Adiwinata.
Achdiat dalam kondisi sedang sakit datang ke persidangan MK. Dia meminta perbaikan permohonan dianggap telah dibacakan. “Saya mohon dianggap dibacakan, karena kondisi saya sakit Yang Mulia,” kata Achdiat.
Menanggapi permintaan Achdiat, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams meluluskan permintaan Achdiat tersebut. “Dan kami memang sudah baca perbaikan permohonan ini,” jelas Wahiduddin.
Sebagaimana diketahui, Pemohon merasa dirugikan dengan penerapan Pasal 842 KUH Perdata dan atau Yurisprudensi Nomor 391 K/Sip/1969, Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 75/1472/Perd./PT.Bdg dan Pelepaaan hak atas tanah yang kemudian dibuat Sertipikat HGB atas nama PT. Iman Murni Abadi Nurani, Sertipikat HGB dan Sertifikat Hak Milik yang dibuat di atas tanah Adiwinata bin Moersan Persil 110, oleh Kantor Pertanahan Kotamadya Bandung.
Achdiat menjelaskan kalau ia belum dapat menerima Putusan PN Bandung, Putusan Pengadilan Tinggi Bandung, dan Putusan Mahkamah Agung karena Pengadilan Negeri Bandung tersebut karena menerapkan dasar hukum yang tidak jelas. Pasalnya, pada pertimbangan putusan tersebut hanya menekankan surat Kepala SD Nilem II bahwa Tardiah lahir tahun 1947, padahal keterangan tersebut cacat hukum karena tulisan Atma Widjaja ditulis dan tidak berdasarkan hukum. Sehingga, Pemohon menilai, perubahan keterangan tersebut sangat meragukan.
“Dengan adanya putusan pengadilan umum setelah ada Putusan Pengadilan Agama, menjadi tumpang tindih dan berebut kewenangan,” ujar Achdiat.
Selain itu, Pemohon menilai, Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Tinggi Bandung dan Mahkamah Agung tidak berwenang memeriksa dan mengadili keahliwarisan dan kewarisan peninggalan (Almarhum) Adiwinata Bin Moersan disebut juga Totong Adiwinata (Totong nama kecil/panggilan) dan (Almarhum) Soemarni, dimana Tardiah berkeinginan untuk dimasukan sebagai ahliwaris Adiwinata bin Moersan/Totong Adiwinata yang mengaku sebagai anak Atma Widjaja Anang Sobandi. Seharusnya, wewenang mengadili Perkawinan, Kewarisan, wasiat dan hibah adalah wewenang Pengadilan Agama.
(Bayu/NRA)