JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji pasal 65 ayat (3) huruf b frasa “mandiri” Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), pada Kamis (9/5/2019). Agenda sidang perkara Nomor 31/PUU-XVII/2019 adalah mendengar perbaikan Permohonan.
Zico Leonard Djagardo Simanjuntak selaku Pemohon menyatakan telah memperbaiki bagian legal standing sesuai saran hakim MK. Pada dasarnya, dirinya memegang prinsip netralitas dalam kampus. Dengan masuknya unsur politik ke dalam Majelis Wali Amanat (MWA) membuat kritik mahasiswa menjadi dikekang. Padahal watak dasar mahasiswa adalah bersikap kritis dan berpikir objektif.
“Saat ini saja saya dipanggil salah seorang guru besar karena mengajukan permohonan ini. Dimana guru besar tersebut merupakan anggota senat,” tegas Zico. Aturan ini, lanjut dia,tak member perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Sebab tak melarang masuknya intervensi politik di ranah akademis.
Zico dalam sidang juga menyatakan menambah satu pemohon lagi, yakni Ikhsan Prasetya Fitriansyah, seorang mahasiswa hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Adapun Ikhsan menyatakan UU Dikti tidak melarang masuknya politik praktis dalam ranah akademis. Hal ini membuat statuta kampus UGM juga tidak melarang politik yang masuk dalam kampus. “Padahal prinsip netralitas dalam kampus adalah prinsip fundamental yang mesti diwujudkan,” tegasnya dalam Perkara 31/PUU-XVII/2019.
Iksan menambahkan UU Dikti mesti mengatur hal tersebut dengan melarang masuknya politik praktis. Sehingga MWA tidak diisi tokoh politik. Ini demi memberi kepastian hukum pada seluruh warga negara.
Sebelumnya Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Materiil Pasal 65 ayat (3) huruf b UU Dikti terutama frasa “mandiri” dan Pasal 68 terutama frasa “ketentuan lebih lanjut”. Pasal 65 ayat (3) huruf b UU Dikti menyatakan, “PTN badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki: a. … b. tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri”. Sementara Pasal 68 UU Dikti berbunyi, “Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dan Pasal 65 diatur dalam Peraturan Pemerintah.”
Zico mendalilkan UU Dikti mengatur bentuk penyelenggaraan otonomi perguruan tinggi negeri yang salah satunya ditandai dengan tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri. Hal ini pun tercantum dalam Pasal 65 ayat (3) huruf b UU Dikti. Namun dua orang, yakni Erick Thohir dan Saleh Hussin memiliki afiliasi dengan partai politik dan politisi tertentu dipilih menjadi anggota MWA Universitas Indonesia (UI). Keberadaan kedua orang tersebut di MWA perguruan tinggi terkait telah menunjukkan intervensi politisi dalam institusi pendidikan yang seharusnya tidak berpihak pada kepentingan politik tertentu.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar MK menyatakan pasal 65 ayat (3) huruf b UU Pendidikan Tinggi konstitusional sepanjang frasa “mandiri” dimaknai salah satunya dengan “pengelola dan pengambil keputusan tidak memiliki afiliasi politik selama satu tahun sebelumnya baik dengan menjadi anggota partai politik maupun menjadi tim sukses dari politisi manapun. Pemohon juga meminta menyatakan pasal 68 UU Pendidikan Tinggi tetap konstitusional sepanjang frasa “ketentuan lebih lanjut” dimaknai dengan “ketentuan yang bertentangan dan tindakan hukum yang lahir sebagai akibat ketentuan tersebut menjadi batal demi hukum, terutama dalam hal Pengelolaan dan Pengambil Keputusan di di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. (Arif Satriantoro/LA)