Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi) yang sedianya digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (6/2/2019) dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli Pemohon akhirnya ditunda.
“Mohon izin Yang Mulia, Ahli Pemohon kembali tidak dapat hadir karena jadwal yang berbenturan. Namun kami sudah menyampaikan keterangan tertulis melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,” jelas kuasa hukum Pemohon, Raynov Tumorang kepada Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.
“Baik, sudah diterima juga oleh Majelis. Jadi, cukup dengan keterangan tertulis ya?” kata Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya. Selanjutnya Anwar menanyakan kepada pihak Pemerintah soal kesiapan menghadirkan ahli. “Dari kuasa Presiden, kalau tidak salah, menurut persidangan yang lalu akan mengajukan ahli ya?” ucap Anwar. Ternyata Pemerintah membenarkan akan menyiapkan seorang ahli pada sidang berikut.
“Kalau begitu, sidang berikutnya pada hari Kamis, tanggal 14 Februari 2019 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengar keterangan ahli pemerintah satu orang. Perlu disampaikan CV dan keterangan tertulis dari ahli. Harus disampaikan paling tidak dua hari sebelum hari sidang,” tegas Anwar.
Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 94/PUU-XVI/2018 ini dimohonkan oleh Sadikin Arifin. Pemohon berdalih bahwa determinasi Pemohon untuk meminta bukti rekaman percakapan dihadirkan ke hadapan persidangan, bukan tanpa dasar. Karena bukti rekaman tersebut menurut Pemohon memiliki kedudukan yang krusial untuk membuktikan benar tidaknya ada pembahasan narkotika antara Pemohon dengan warga negara asing (WNA) yang dituduh bersama-sama menjalankan kejahatan narkoba.
Hal ini menurut Pemohon, didasarkan karena sepanjang pembuktian di persidangan pidana Pemohon. Terdapat setidaknya fakta antara lain bahwa seseorang yang dituduh bersama-sama dengan Pemohon melakukan tindak pidana peredaran gelap narkotika telah meninggal dunia akibat ditembak oleh petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) saat penangkapan perkara, yang kemudian menjerat Pemohon sebagai terdakwa tunggal dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Selain itu, keterangan Pemohon sepanjang persidangan telah menyangkal barang tersebut bukan sebagai miliknya, bahkan menyangkal adanya komunikasi dengan WNA yang telah dibunuh petugas BNN atau dengan siapapun yang membahas hal-hal terkait dengan narkotika.
Pemohon juga menyangkal tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan urine Pemohon mengandung atau pernah menggunakan narkotika atau psikotropika. Juga pada saat penggeledahan di tempat tinggal Pemohon tidak ditemukan narkotika atau setidaknya hal-hal yang berkaitan dengan narkotika. (Nano Tresna Arfana/LA)