Mahkamah Konstitusi (MK) mengesahkan hasil pemungutan suara ulang sebagai hasil akhir sengketa Pilkada Kabupaten Sampang. Dalam Putusan Nomor 38/PUU-XVI/2018 tersebut, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor 1 Slamet Junaidi-Abdullah Hidayat (Pihak Terkait) memperoleh 307.126 suara mengungguli perolehan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor 2 Hermanto Subaidi-Suparto (Pemohon) yang memperoleh 245.768 suara.
Ketua MK Anwar Usman yang membacakan amar putusan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sampang Nomor 055/Hk.03.1-Kpt/3527/KPU.Kab/VII/2018 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sampang Tahun 2018 bertanggal 5 Juli 2018.
“Menyatakan sah hasil Pemungutan Suara Ulang yang telah dilaksanakan Termohon pada tanggal 27 Oktober 2018 berdasarkan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sampang Nomor 100/Hk.03.1-Kpt/3527/KPU.Kab/XI/2018 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Dalam Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sampang Tahun 2018 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PHP.BUP-XVI/2018, tanggal 1 November 2018,” paparnya.
Sebelumnya, dalam putusan yang dibacakan pada 5 September 2018, Majelis Hakim Konstitusi memerintahkan pemungutan suara ulang. Hal ini dikarenakan KPU Kabupaten Sampang tidak menggunakan DP4 sebagai acuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 58 UU 10/2016 sehingga menghasilkan DPT yang tidak valid, tidak logis, dan janggal dalam penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sampang Tahun 2018.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Mahkamah menilai adanya persoalan DPT. Hal ini dapat dilihat adanya pengurangan jumlah pemilih dalam DPT yang sebelumnya dari 803.499 pemilih menjadi 767.032 pemilih dalam DPT yang dipergunakan ketika PSU.
“Dengan dilakukannya perbaikan DPT dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yang hasilnya ditetapkan dengan DPTHP, tidak relevan lagi untuk dipersoalkan validitasnya. Sebab Mahkamah meyakini adanya perubahan berupa pengurangan jumlah pemilih dalam DPT telah menunjukkan adanya perbaikan sebagaimana mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PHP.BUP-XVI/2018 pada 5 September 2018,” paparnya.
Suhartoyo menambahkan andai masih ada hal-hal yang perlu disempurnakan, hal tersebut dapat menjadi perhatian penyelenggara pemilihan baik pemilihan kepala daerah maupun Pemilu yang akan datang. Terlebih hasil rekapitulasi dan penetapan DPTHP tersebut telah disepakati para pihak tanpa ada keberatan termasuk oleh Pemohon.
Terkait laporan Pemohon mengenai banyak pelanggaran saat PSU serta penyebaran formulir C6 yang tidak merata, Suhartoyo menyebut Mahkamah menilai hal itu bukan permasalahan yang mendasar. Sebab Mahkamah tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan akan kebenaran hal-hal lain tersebut. (Arif Satriantoro/LA)