Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) pada Senin (15/10) di Ruang Sidang Pleno MK. Agenda sidang perkara Nomor 35/PUU-XVI/2018 yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan Pihak Terkait, di antaranya Federasi Advokat Indonesia (Ferari), Kongres Advokat Indonesia (KAI), dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), dan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin).
Salah satu Pihak Terkait, yakni KAI Pimpinan Tjoetjoe S. Hernanto melalui Fadli Nasution menyampaikan bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara dan tidak mewakili suatu organisasi profesi advokat sehingga tidak berhubungan langsung dengan pemberlakukan UU a quo.
“Jadi, para Pemohon menurut kami tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan perkara a quo karena pada hakikatnya pembentukan organisasi profesi bukan memberikan larangan berdirinya suatu organisasi tertentu. Dengan demikian, dalam pokok permohonan kami para advokat ini telah dijamin UU untuk bergabung dalam organisasi advokat,” jelas Fadli.
Tiga Versi Peradi
Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Antar-Lembaga dan Luar NegeriDPP Ferari Eben Ezer Sitorus menyatakan para pengurus Ferari adalah organisasi profesi yang pendiriannya terdiri atas himpunan para advokat yang berasal dari berbagai suku, agama, dan larat belakang politik, ekonomi, budaya yang ada di Indonesia yang bercirikan profesional religius. Menurutnya, dalam konteks kekinian terdapat tiga versi Peradi. Untuk itu, permohonan Pemohon tidak menjelaskan Peradi yang dijadikan rujukan sebagai organisasi tunggal yang dimaksud. Hal ini penting karena ketiga versi Peradi tersebut sedang dalam sengketa gugat mengggugat tentang keabsahannya selaku organisasi profesi advokat. “Jadi, Pemerintah tidak pernah menghalangi upaya warga negara mengeluarkan pendapat melalui pembuatan organisasi,” jelas Eben.
Hal senada mengenai adanya tiga versi Peradi dibenarkan oleh Pihak Terkait dari KAI Pimpinan Tjoetjoe S. Hernanto melalui Erman Umar yang menyatakan tidak terdapat kerugian dari para Pemohon dalam keberlakukan UU a quo karena para Pemohon tidak terhalang hak dan kerugian yang nyata-nyata dialaminya. “Ada tiga versi Paradi, yaitu Peradi versi Fauzi Hasibuan, Luhut Pangaribuan, dan Junifer Girsang. Maka Peradi yang dimaksud Pemohon itu yang mana?” sanggah Erman.
Membeda-bedakan
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari DPP Peradi Pimpinan Fauzi Hasibuan melalui Viktor W Nadabdab menyampaikan bahwa Pihak Terkait atau Peradi adalah organisasi advokat yang didirikan berdasarkan UU oleh 8 organisasi advokat yang ada di Indonesia. Organisasi ini, tambah Viktor, didirikan pada 21 Desember 2004 yangdituangkan dalam akta notaris serta mendapatkan pengesahan pada 13 November 2009. Berkaitan dengan permohonan para Pemohon yang merupakan permohonan yang telah diperkarakan hingga kali ke-20 dan menjadikan Peradi sebagai Pihak Terkait menyampaikan bahwa fakta yang dijadikan Pemohondalam alasan permohonan yang terkait frasa“organisasi advokat” yang diatur dalam Undang-Undang Advokat saat ini bersifat multitafsir tersebut, maka PT menyatakan semua organisasi advokat berwenang menyampaikan salinan surat putusan pengangkatan advokat pada MA. Dengan demikian para Pemohon memiliki hak mengajukan kerugian konstitusionalnya yang pada tujuan hakikinya telah terdapat hal yang membeda-bedakan organisasi yang didirikan. “Jadi, mohon kiranya Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon dikabulkan dan Peradi merupakan satu-satunya organisasi advokat yang sah,” jelas Viktor.
Merugikan Eksistensi
Adapun DPP Ikadin Pimpinan Todung Mulya Lubis melalui Maheswara Prabandono menyampaikan bahwa Ikadin adalah organisasi advokat mandiri yang telah ada sebelum adanya UUa quo. Diakui Maheswara bahwa keberadaan organisasi ini sejak awalnya sampai saat ini telah diakui dengan aktivitasnya dalam memberikan pendidikan advokat di berbagai daerah di Indonesia. Menurutnya, dengan dimintanya Peradi sebagai organisasi advokat tunggal akan merugikan eksitensi Ikadin dan Petitum para Pemohon bertentangan dengan Putusan MK Nomor 101/2009. “Jadi, tidak ada hubungan kausalitas yang dimohonkan para Pemohon karena Pemohon I – V tidak mengalami kesulitan dalam jalani profesinya, sedangkan Pemohon VI tidak pula mengalami kerugian karena jika telah memenuhi syarat pengangkatan, Pemohon bisa memilih organisasi advokat yang telah ada sesuai dengan hak konstotusionalitasnya,” sambung Maheswara.
Di samping itu, Maheswara pun menyampaikan bahwa dalam permohonan para Pemohon yang meminta tafsir tunggal Peradi sebagai organisasi profesi advokat yang sahtidak sesuai dengan kebutuhan advokat saat ini dan Peradi pun nyatanya tidaklah organisasi profesi advokat yang tunggal.
Seperti diketahui, para Pemohon menyatakan tidak mendapat kepastian hukum akan organisasi advokat yang sah dan konstitusional untuk melaksanakan wewenang yang diatur dalam UU Advokat.Para Pemohon mendalilkan norma frasa “organisasi advokat” yang diatur dalam Undang-Undang Advokat saat ini bersifat multitafsir yang memungkinkan pihak-pihak tertentu seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI), dan Perhimpunan Advokat Republik Indonesia (Peradri), atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia memberi tafsiran berbeda atau tafsiran lain yang inkonstitusional karena tidak sesuai dengan original intent atau tujuan teleologis pembentukan norma frasa “organisasi advokat” yang diatur dalam Undang-Undang Advokat.Hal itu dapat dijelaskan dengan adanya tafsir dari KAI terkait organisasi advokat yang berhak melaksanakan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Advokat adalah “Kongres Advokat Indonesia”. KAI dalam hal ini bermaksud menghimpun para advokat Indonesia dalam wadah tunggal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Advokat ex Pasal 10 huruf a Akta Pendirian Organisasi Kongres Advokat Indonesia.
Sebelum menutup persidangan, Anwar menyampaikan kepada para Pemohon untuk memberikan keterangan tertulis Ahli yang akan dimajukan pada sidang berikutnya yang akan digelar pada Rabu, 31 Oktober 2018 pukul 11.00 dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, Pihak Terkait yakni MA dan Ikadin, serta dua ahli dan tiga saksi Pemohon. (Sri Pujianti/LA)