Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar jumpa pers dengan media massa terkait Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 pada Kamis (20/9) di Lobi Utama Ruang Sidang MK. Dalam jumpa pers tersebut, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna yang didampingi oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dan Panitera MK Kasianur Sidauruk menegaskan tentang Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018. Penegasan tersebut disampaikan berkenaan dengan berkembangnya pemberitaan di media cetak maupun elektronik dan penyebarannya di media sosial yang memuat pernyataan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Nono Sampono. Pernyataan tersebut menyatakan seolah-olah MK menyatakan bahwa Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018, baru akan berlaku dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Sebelumnya, pada Rabu (19/8) sore, sejumlah unsur Pimpinan DPD RI, di antaranya di antaranya Wakil Ketua I DPD RI Nono Sampono, Wakil Ketua III DPD RI Akhmad Muquwam, dan Ketua Komite I DPD RI Benny Ramdani beraudiensi dengan Mahkamah Konstitusi yang diwakili oleh Ketua MK Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, dan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Sekretaris Jenderal MK, dan Panitera MK.
Palguna menyampaikan dalam pertemuan tersebut, sejak awal Pimpinan DPD RI menegaskan bahwa DPD RI tidak akan mencampuri Putusan Mahkamah Konstitusi dan menghormati Putusan dimaksud, namun meminta penjelasan mengenai beberapa hal. Selain itu, terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018, MK pun menjelaskan bahwa Mahkamah tidak akan dan tidak boleh menafsirkan Putusan Mahkamah Konstitusi in casu Putusan Nomor 30/PUUXVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018. “Melainkan hanya menjelaskan pertimbangan hukum Mahkamah sehingga tiba pada Amar Putusan sebagaimana tertuang dalam Putusan a quo,” jelasnya.
Pertimbangan hukum Mahkamah terhadap perkara a quo berbunyi, ”Menimbang bahwa untuk Pemilu 2019, karena proses pendaftaran calon anggota DPD telah dimulai, dalam hal terdapat calon anggota DPD yang kebetulan merupakan pengurus partai politik terkena dampak oleh putusan ini, KPU dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan Partai Politik yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri dimaksud. Dengan demikian untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan Pemilu-Pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945.”
Kemudian, Palguna juga mengungkapkan bahwa dalam pertemuan tersebut, Mahkamah menegaskan bahwa terkait dengan Putusan a quo, sejak Putusan Nomor 10/PUU-VI/2008 Mahkamah tidak pernah mengubah pendiriannya berkenaan dengan persyaratan calon anggota DPD yang tidak boleh berasal dari Partai Politik.
“Putusan tersebut kemudian diteguhkan kembali dalam beberapa Putusan Mahkamah selanjutnya, antara lain Putusan Nomor 92/PUU-X/2012 dan koheren pula dengan Putusan Nomor 79/PUU-XII/2014, sebagaimana juga telah dimuat secara rinci dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018,” urainya.
Berlaku pada Pemilu 2019
Terkait dengan keberlakuan Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, Palguna menegaskan Mahkamah tidak pernah menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018 akan diberlakukan mulai Pemilihan Umum Tahun 2024. Ia menambahkan sebagaimana telah ditegaskan di dalam pertimbangan hukum tersebut bahwa sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum.
“Oleh karena Putusan tersebut diucapkan pada tanggal 23 Juli 2018 maka sejak selesai pengucapan Putusan dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal tersebut, maka sejak saat itulah Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku,” tegasnya.
Dalam pertimbangan hukum paragraf [3.17] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018 tersebut telah dinyatakan bahwa anggota DPD sejak Pemilu Tahun 2019 dan Pemilu-Pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945.
“Dengan demikian, segala pendapat yang beredar di luar substansi pertimbangan hukum dan amar putusan tersebut, bukanlah pendapat Mahkamah Konstitusi dan bukan merupakan substansi dari audiensi yang dilaksanakan pada 19 September 2018. Sehingga tidak benar bahwa Putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018 baru mulai berlaku untuk Pemilu 2024,” tandas Palguna yang sejak 17 September 2018 ditetapkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim sebagai Juru Bicara Substansi Perkara MK.
Menanggapi pertanyaan rekan media mengenai putusan MK dapat dijadikan KPU sebagai landasan hukum menyusun PKPU, Palguna menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi memiliki derajat yang sama dengan undang-undang. Hal inilah yang membuat MK disebut sebagai negative legislator. “Oleh karena itu, dalam Pasal 47 UU MK ditegaskan Putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak dibacakan. Artinya, begitu Ketua MK mengetok palu, maka kekuatan hukum telah tetap,” tandas Palguna. (Sri Pujianti/LA)