Banyaknya organisasi profesi advokat dinilai sebagai akibat berlakunya beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) yang bersifat multitafsir. Hal ini mendorong sejumlah advokat mengujikan UU Advokat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (9/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Sejumlah Advokat yang terdiri atas Bahrul Ilmi Yakup, Shalil Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P. Batubara, Ismail Nganggon, dan perseorangan warga negara calon advokat atas nama Iwan Kurniawan tercatat menjadi Pemohon Perkara Nomor 35/PUU-XVI/2018 tersebut. Pemohon yang diwakili Bahrul Ilmi mendalilkan 34 pasal dalam UU a quo sepanjang frasa ‘Organisasi Advokat’ memuat lebih dari satu pengertian mengenai organisasi advokat sehingga bersifat multitafsir. Dengan demikian, norma-norma a quo tidak memenuhi syarat konstitusionalitas hukum yang baik, yaitu jelas, padat, dan lengkap. “Oleh karena itu, agar norma tersebut dapat memberikan kepastian hukum, para Pemohon meminta agar frasa ‘Organisasi Advokat’ diuji terhadap norma Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” urai Bahrul Ilmi yang hadir dalam sidang panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo tersebut.
Dalam permohonan, Pemohon juga mendalilkan kepentingan hukum yang merupakan hak konstitusional Pemohon telah dirugikan oleh berlakunya frasa ‘Organisasi Advokat’. Sebab, secara praksis, frasa tersebut telah dimanupulasi berbagai pihak sehingga memungkinkan munculnya berbagai organisasi advokat seperti Persatuan Advokat Indonesia (Peradi), Perhimpunan Advokat Republik Indonesia (Peradri), Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan lainnya, yang mengklaim diri seolah-olah sah serta berwenang sebagai pelaksana wewenang yang diatur dalam UU Advokat. Organisasi-organisasi tersebut telah menyelenggarakan pendidikan terhadap calon advokat; melakukan pengangkatan terhadap advokat; mengajukan permohonan pengambilan sumpah advokat kepada pengadilan tinggi; merekrut anggota; dan melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi kepada advokat.
Sebagai bentuk dari penalaran yang paralel, Bahrul menjelaskan analogi dikaitkan dengan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran untuk dokter atau UU Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran untuk insinyur. Seharusnya, Peradi juga merupakan satu-satunya organisasi profesi yang mewadahi advokat diIndonesia. Dengan demikian, secara konstitusional harus ada penegasan bahwa organisasi profesi advokat, menurut UU Advokat adalah Peradi. Sejatinya, secara implisis, MK telah memberi pertimbangan bahwa Peradi merupakan satu-satunya organisasi profesi advokat sebagaimana termaktub dalam Putusan MK Nomor 103/PUU-XI/2013.
Perkuat Argumentasi
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Saldi Isra memberikan masukan untuk perbaikan mengingat telah terdapat 19 perkara pengujian norma serupa pada beberapa waktu sebelumnya. Untuk itu, diharapkan para Pemohon dapat menunjukkan argumentasi berbeda terutama batu uji berupa Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang dijadikan landasan konstitusionalitas para Pemohon. “Argumentasi harus kuat karena landasannya masih sama yakni Pasal 28D ayat (1) seperti perkara serupa pada waktu sebekumnya. Jadi, carikan alasan yang berbeda, jika tidak ada perbedaan, maka bisa jadi nebis in idem nantinya,” saran Saldi.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Manahan Sitompul juga meminta agar Pemohon memperkuat argumentasinya tentang organisasi profesi advokat yang ditekankan pada bagian permohonan. “Di sini konsentrasinya organisasi profesi advokatnya? Jadi, kalau organisasi advokat boleh banyak? Jadi, harus ditekankan lagi di permohonannya mengenai ‘organisasi profesi advokat’ ini,” tegas Manahan.
Sedangkan Hakim Konstitusi Suhartoyo lebih menyoroti mengenai latar belakang organisasi dari lima Pemohon yang merupakan advokat. Hal ini dianggap penting dalam memperkuat argumentasi Pemohon dalam menghadapi realitas atas banyaknya organisasi advokat di Indonesia.
Sebelum mengakhiri persidangan, Suhartoyo mengingatkan agar para Pemohon dapat menyerahkan perbaikan permohonan selambat-lambatnya pada Selasa, 22 Mei 2018 pukul 10.00 WIB. Untuk kemudian akan diagendakan sidang berikutnya. (Sri Pujianti/LA)