Sejumlah pakar hukum yang berasal dari Australia, Afrika Selatan, Jerman, Swiss, Italia, dan Filipina berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (21/3). Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menerima langsung kedatangan rombongan tersebut di Gedung MK. Rombongan yang berjumlah sebelas orang tersebut memiliki tujuan menggali informasi-informasi mengenai Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).
“Kedatangan kami ke sini adalah untuk menggali lebih jauh tugas dan kewenangan konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,” ujar Bertus de Velliers pakar hukum dari Curtin University, Perth, Australia.
Selain untuk menggali berbagai hal terkait MKRI, kunjungan tersebut juga dimaksudkan sebagai persiapan menghadapi seminar internasional di Sumatera Barat yang diselenggarakan Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas dan Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Keraton Jogjakarta dan Hanns Seidel Foundation.
Dalam pertemuan itu, pakar hukum memiliki ragam profesi, baik sebagai hakim, pengacara maupun peneliti itu pun menyampaikan sejumlah pertanyaan, semisal pertanyaan terkait jumlah perkara yang masuk ke MKRI dari mulai terbentuk sampai saat ini. “Jumlah perkara yang sudah diperiksa MK sampai saat ini mencapai 2.481 perkara. Jumlah tersebut terdiri dari 1.100 perkara pengujian undang-undang, 25 perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara dan sisanya perkara Pemilu,” ungkap Palguna.
Sedikitnya jumlah perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) yang disidangkan di MKRI menimbulkan pertanyaan dari salah seorang pakar hukum. Palguna pun menjelaskan sedikitnya perkara SKLN yang disidangkan di MKRI karena tidak semua lembaga negara bisa bersengketa. Namun lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Selanjutnya, ada pula yang menanyakan perbedaan antara kewenangan Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang terhadap UUD, memutus SKLN yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran parpol, memutus sengketa hasil Pemilu, serta memutus pendapat DPR bila Presiden dan atau Wakil Presiden diduga melakukan perbuatan melanggar hukum atau perbuatan tercela.
Sedangkan Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. (Nano Tresna Arfana/LA)