Sidang perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (UU Jalan) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (21/3) siang. Pemohon adalah Moh. Taufik Makarao dan Abdul Rahman Sabar yang diwakili kuasa hukumnya, Arifudin.
Dalam sidang tersebut, Pemohon memperbaiki bagian kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon menjelaskan Mahkamah Konstitusi memiliki hak untuk memberikan penafsiran terhadap ketentuan pasal-pasal undang-undang agar berkesesuaian dengan nilai Konstitusi. “Kemudian juga tafsir Mahkamah Konstitusi terhadap konstitusionalitas pasal-pasal dan undang-undang tersebut merupakan tafsir satu-satunya yang memiliki kekuatan hukum,” jelas Arifudin.
Selanjutnya, untuk kedudukan hukum dan kerugian Konstitusional Pemohon juga terjadi penambahan. “Kami memperkuat kedudukan hukum Pemohon dan kerugian konstitusional Pemohon akibat berlakunya undang-undang ini,” ujar Arifudin mengenai Perkara Nomor 15/PUU-XVI/2018 itu.
Selain itu, di bagian kedua permohonan, ungkap Arifudin, Pemohon menjelaskan sebagai pengguna jalan tol yang aktif sejak 1994 hingga saat ini. Hampir setiap kali bepergian, baik dari tempat tinggal menuju ke tempat kerja maupun ke tempat kegiatan lainnya, Pemohon selalu menggunakan jalan tol sebagai jalur utama transportasi dengan biaya yang telah ditentukan.
“Biaya yang telah ditentukan atas pengeluaran jalan tol oleh Pemohon juga dialami oleh masyarakat luas yang menggunakan jalan tol tersebut, sehingga Pemohon menganggap pembayaran tol yang dibebankan oleh Pemohon juga masyarakat luas memang tidak pernah dipersoalkan. Padahal beban biaya atas pemakaian jalan tol tanpa ada kejelasan batas waktu pengeluaran biaya tersebut berakibat pada ketidakpastian beban biaya yang jadi tanggung jawab Pemohon juga masyarakat pengguna jalan tol,” tandas Arifudin.
Sebagaimana diketahui, Pemohon yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil menguji Pasal 50 ayat (6) UU Jalan menyatakan, “Konsesi pengusahaan jalan tol diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar bagi usaha jalan tol.”
Dalam permohonan tersebut, Pemohon juga menjelaskan konsesi menurut Pasal 1 ayat (20) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang dipahami sebagai pemberian kuasa dari pemerintah kepada selain pemerintah untuk mengelola fasilitas umum. Pemohon menilai frasa “dalam jangka waktu tertentu” pada Pasal 50 ayat (6) UU Jalan ini tidak memiliki ketentuan waktu yang tepat dan jelas, sehingga mampu mengakibatkan kerugian bagi negara dan masyarakat.
Pemohon beranggapan bahwa penilaiannya terhadap pasal tersebut didukung Pasal 39 ayat (6) UU Administrasi Pemerintahan yang berbunyi “Izin, Dispensasi, atau Konsesi tidak boleh menyebabkan kerugian negara.” Oleh karena itu, Pemohon meminta MK menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 apabila frasa “dalam jangka waktu tertentu” tidak dimaknai “dalam jangka waktu paling lama 20 tahun” untuk memenuhi dana investasi dan keuntungan bagi pengusaha jalan tol. (Nano Tresna Arfana/LA)