Aturan pemberian izin (konsesi) pengelolaan jalan tol kepada pihak swasta sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (UU Jalan) diuji secara materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dua Pegawai Negeri Sipil (PNS) Moh. Taufik Makarao dan Abdul Rahman Sabara mengujiPasal 50 ayat (6)UU Jalan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (7/3).
Pasal 50 ayat (6) UU Jalan menyatakan, “Konsesi pengusahaan jalan tol diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar bagi usaha jalan tol.”
Menurut Pemohon, frasa “jangka waktu tertentu” dalam pasal tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum karena berakibat tidak ada batas waktu konsesi pengelolaan jalan tol oleh pihak swasta. Padahal seharusnya pengelolaan tol dikuasai oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945.
“Jalan tol ini sebagai cabang produksi yang harusnya dikuasai oleh negara, tapi seolah-olah tidak dikuasai oleh negara sebab kami melihat bahwa dalam frasa waktu tertentu itu mengakibatkan pada penguasaan bukan oleh negara, tapi lebih kepada pihak swasta atau pihak pengelola jalan tol tersebut,” ujar Arifudin selaku kuasa Pemohon.
Dalam permohonan Nomor 15/PUU-XVI/2018 tersebut, Pemohon juga menjelaskan ketidakpastian pengaturan masa konsesi bukanlah cerminan dari penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam mengelola kegiatan usahanya. Selain itu, pengaturan masa kansesi yang tidak jelas berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara.
Untuk itulah, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 50 ayat 6 UU Jalan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai konsesi pengusahaan jalan tol diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 tahun untuk memenuhi pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar bagi pengusaha jalan tol. Kemudian, Pemohon juga meminta agar Pasal 50 ayat 6 UU Jalan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai konsesi pengusahaan jalan tol diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 tahun untuk memenuhi pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar bagi pengusaha jalan tol.
Perbaiki Kedudukan Hukum
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta Pemohon memperbaiki kedudukan hukum (legal standing). Menurutnya, kerugian konstitusional Pemohon belum terlihat tegas. “Kalau bisa dipertegas lagi, kira-kira bagaimana sebetulnya memperjelas bahwa memang ada kerugian konstitusional itu. Kalau ada yang faktual itu kan lebih baik lagi,” sarannya.
Sementara Hakim Konstitusi Aswanto menyatakan konsesi yang dimaksud dalam Pasal 50 ayat 6 UU Jalan dijelaskan dalam penjelasan pasal tersebut. Dalam penjelasan, konsesi diatur dalam sebuah perjanjian dan tidak berarti tidak ada batas waktu. “Dicantumkan di penjelasan bahwa ini di penjelasannya ditegaskan bahwa tertentu itu maksudnya yang dicantumkan di dalam perjanjian. Jadi, konsesi terhadap jalan tol yang dipegang oleh perusahaan tertentu itu bukan tanpa waktu,” ujarnya.
Dengan begitu, Aswanto melihat tidak ada kerugian yang dialami oleh Pemohon karena batas waktu konsesi sudah diatur dalan perjanjian. Untuk itu, Aswanto meminta agar Pemohon mempertimbangkan kembali permohonannya.(ARS/LA)