Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU Nomor 34/1964) tetap relevan dalam memberikan jaminan dan dibutuhkan oleh masyarakat yang mengalami kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor dan tetap sejalan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini disampaikan Direktur Utama PT Jasa Raharja Budi Setyarso dalam sidang lanjutan uji materiil Penjelasan Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 34/1964, Senin (15/1). Budi hadir sebagai Pihak terkait dalam Perkara Nomor 88/PUU-XV/2017 tersebut.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Wakil Ketua Anwar Usman tersebut, Budi menyatakan pihaknya telah bekerja sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pihaknya sependapat dengan keterangan Pemerintah dan keterangan ahli pada persidangan sebelumnya bahwa UU Nomor 34/1964 tetap relevan dan keadaan saat ini.
“Undang-undang a quo memang diperuntukkan untuk memberikan jaminan kepada pihak ketiga atau korban yang berada di luar alat angkutan lalu lintas jalan yang menyebabkan kecelakaan dan bukan untuk korban kecelakaan tunggal,” tegasnya dalam sidang perkara yang diajukan oleh Maria Theresia tersebut.
Berikan Santunan Ex Gratia
Budi juga menegaskan penyelesaian kasus kecelakaan tunggal yang diajukan oleh Pemohon telah dilaksanakan oleh PT Jasa Raharja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu melakukan penolakan atas permohonan pengajuan santunan kecelakaan tunggal tersebut kepada ahli waris korban. Penolakan yang dilakukan oleh PT Jasa Raharja sebelumnya telah didahului dengan penjelasan bahwa kasus tersebut merupakan kecelakaan tersebut di luar jaminan UU Nomor 34/1964.
Selanjutnya, Budi menambahkan ahli waris menyatakan bisa menerima dan memahami hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam surat permohonan yang bersangkutan yang ditujukan kepada PT Jasa Raharja Cabang Jawa Timur. Pemohon tersebut dikabulkan dan dibayarkan santunan secara ex gratia kepada ahli waris pada 25 September 2017.
“Ex gratia menurut Black’s Law Dictionary berasal dari bahasa latin yang di dalam bahasa Inggris adalah by favor atau bantuan. Selanjutnya, di dalam Jasa Raharja disebut bantuan kemanusiaan. Pembayaran yang tidak diwajibkan secara hukum, khususnya di dalam pembayaran ganti rugi yang tidak harus dilakukan berdasarkan perjanjian pertanggungan,” terangnya.
Permohonan ini diajukan oleh Maria Theresia Asteriasanti yang merupakan warga Surabaya. Pemohon merasa dirugikan karena PT Jasa Raharja menafsirkan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 tidak berlaku untuk kecelakaan tunggal. Pemohon merupakan istri dari Rokhim, korban kecelakaan yang meninggal pada 24 Juli 2017.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 menyatakan:
“Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Namun demikian, bila si korban ini telah dapat jaminan berdasarkan Undang-undang tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Nomor 33 tahun 1964, maka jaminan hanya diberikan satu kali, yaitu oleh dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang yang dimaksud dalam Undang-undang tersebut.”
Suami Pemohon kala itu sedang pulang dari tempat kerja dinihari dan mengalami kecelakaan tunggal. Akan tetapi, ketika Pemohon hendak meminta ganti rugi asuransi atas meninggal suaminya, hal tersebut tidak bisa terwujud. Jasa Raharja mengatakan sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34/1964 yang berhak mendapatkan santunan adalah orang yang berada di ‘luar alat angkutan’. (ARS/LA)