Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas), Kamis (12/10) di Ruang Pleno MK. Sidang ketujuh digelar untuk delapan permohonan, yaitu Perkara Nomor 38/PUU-XV/2017, 39/PUU-XV/2017, 41/PUU-XV/2017, 48/PUU-XV/2017, 49/PUU-XV/2017, 50/PUU-XV/2017, 52/PUU-XV/2017, dan 58/PUU-XV/2017.
Agenda persidangan semula mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon 48/PUU-XV/2017, namun Asep Warlan Yusuf danHeru Susetyo selaku Ahli, tidak dapat hadir. Selain itu, persidangan juga dihadiri oleh beberapa Pihak Terkait, yakni Forum Advokat Pengawal Pancasila, Sekretariat Nasional Advokat Indonesia, Perempuan Peduli Jakarta, Lingkar Perempuan Indonesia, 8 Untuk NKRI, serta Komunitas Dokter Untuk Pancasila dan Tim Padamu Negeri.
Dalam persidangan tersebut juga, Ketua MK Arief Hidayat menyampaikan Majelis Hakim Konstitusi menyepakati untuk menolak pihak-pihak yang mengusulkan diri sebagai Pihak Terkait tambahan. Pihak-pihak tersebut, di antaranya Organisasi Garda Nasional Patriot Indonesia, Komunitas Relawan Nawacita, Komunitas Masterpiece NKRI Pancasila, dan beberapa komunitas lainnya. Namun demikian, Mahkamah tetap menerima keterangan tertulis dari berbagai pihak tersebut sebagai bentuk dari ad informandum.
“Terhadap beberapa pihak yang mengajukan diri sebagai pihak terkait tambahan, maka Majelis menolak permohonan untuk menjadi pihak terkait, tetapi keterangan permohonan tetap diterima sebagai ad informandum,” ujar Arief yang didampingi Hakim Konstitusi lainnya.
Dalam permohonannya, para Pemohon merasa pemberlakuan Perppu Ormas melanggar hak konstitusional untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana dijamin oleh UUD 1945. Menurut Pemohon, Perppu Ormas ini memungkinkan Pemerintah untuk melakukan tindakan sepihak tanpa mempertimbangkan hak jawab dari ormas. Akibatnya ketentuan ini dapat dimanfaatkan secara sewenang-wenang dan pasal ini telah mengambil alih tugas hakim dalam mengadili perkara. (Sri Pujianti/LA)