Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Kabupaten Jayapura, Senin (25/9). Tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Jayapura mengajukan permohonan, yakni Jansen Monim dan Abdul Rahman Sulaiman (Perkara Nomor 58/PHP.BUP-XV/2017), Godlief Ohee dan Frans Gina (Perkara Nomor 59/PHP.BUP-XV/2017), serta Yann dan Zadrak Afasedanya (Perkara Nomor 60/PHP.BUP-XV/2017).
Pasangan Calon Nomor Urut 5 Jansen Monim dan Abdul Rahman Sulaiman menilai KPU Kabupaten Jayapura bersikap tidak netral dan memihak Pihak Terkait. Diwakili oleh Paskalis Letsois, Pemohon menyebut adanya pergantian mendadak ketua KPPS di 9 TPS.
“Ada pergantian Ketua KPPS tanggal 22 Agustus 2017 di 9 TPS sehari sebelum Pemungutan Suara Ulang (PSU). Ini disinyalir untuk kemenangan Paslon Mathius Awoitauw dan Giri Wijayantoro,” ujarnya dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Aswanto tersebut.
Di sisi lain, Pemilihan Suara Ulang (PSU) pada 9 Agustus lalu dinilai juga bermasalah. Awalnya Panwas Kabupaten Jayapura mengamanatkan sekurang-kurangnya PSU di 236 TPS pada 17 distrik. Namun belakangan, KPU Kabupaten Jayapura menambah jumlah TPS yang melakukan PSU menjadi 261 TPS. “Masalahnya proses PSU belum tuntas. Karena 87 TPS dari 236 TPS belum dilakukan PSU,” jelas Paskalis.
Atas tindakan tersebut, perolehan suara pemohon menjadi sebesar 11.582 suara. Adapun Pihak Terkait memperoleh 34.630 suara. “Selisih suara mencapai lebih dari 2 persen. Namun, kasus ini tak dapat dikenakan Pasal 158 UU 10/2016. Sebab KPU telah bertindak curang dan tak netral,” kata Paskalis.
Adanya Kecurangan TSM
Sementara itu, Paslon Nomor Urut 3 Godlief Ohee dan Frans Gina menuding Paslon Nomor Urut 2 Mathius Awowitauw dan Giri Wijiantoro selaku Pihak Terkait melakukan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif. Abdul Jabbar selaku kuasa hukum juga menyebutkan kecurangan tersebut dilakukan guna memenangkan Pihak Terkait. Pemohon, kata Abdul, mendapat 2.078 suara dan Pihak Terkait memperoleh 34.630 suara. “Termohon secara sengaja tidak melakukan PSU agar Pihak Terkait menang. Dengan langkah ini, selisih suara Pemohon dengan Pihak Terkait mencapai lebih dari 2 persen,” tegasnya.
Memakai Hasil Penghitungan Lama
Sementara Paslon Nomor Urut 1 Yann dan Zadrak Afasedanya mempermasalahkan tidak dilakukannya PSU di 87 TPS meski Bawaslu Provinsi Papua sudah mengamanatkan. Kemudian, Pemohon menyebut suara Pihak Terkait dari 87 TPS tersebut memakai hasil perhitungan suara terdahulu sebelum PSU. Pihak Terkait mendapat suara sebesar 29.654 dari 87 TPS ini. “Logikanya perkara ini tak dapat dikenakan Pasal 158 UU No 10/2016. Sebab secara prosedur pilkada belumlah tuntas, di mana PSU belum dilaksanakan,” tegasnya.
Dalam sidang tersebut, Panel Hakim menemukan kerancuan data. Data Pemohon Perkara Nomor 58/PUU-XV/2017 dan 60/PUU-XV/2017 menyebut PSU oleh KPU dilakukan di 261 TPS, sementara Pemohon Perkara Nomor 59 menyebut KPU melakukan PSU di 229 TPS. Selain itu, amanat pelaksanaan PSU oleh Panwas Kabupaten Jayapura dinilai aneh oleh Hakim Konstitusi Aswanto. “Padahal mesti jelas dan tegas perintahnya. PSU harus dilaksanakan di berapa TPS,” tegasnya.
Menyikapi hal tersebut, MK berencana memanggil Panwas Jayapura di sidang yang akan datang untuk mengonfirmasi hal tersebut. (ARS/LA)