Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Rabu (5/7). Sidang yang dimohonkan oleh sejumlah advokat tersebut dipimpin oleh Hakim Konstritusi Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiduddin Adams.
Organisasi Advokat Indonesia (OAI) sebagai Pemohon perkara Nomor 30/PUU-XV/2017 menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonan sesuai dengan nasihat para Hakim Konstitusi pada sidang sebelumnya, antara lain terkait kedudukan hukum.
“Meski kerugian yang dialami Pemohon masih bersifat potensi, tetapi itu melekat pada Pemohon selaku advokat dan warga negara. Pemohon selaku advokat sejak dulu kerap mendampingi klien yang pada beberapa kasus dapat terhalang dalam pembelaan terhadap klien,” jelas Firza Roy Hizzal, salah seorang dari empat wakil Kuasa Hukum Pemohon.
Selain menyampaikan perbaikan terhadap kedudukan hukum dan kerugian konstitusional yang dimaksudkan Pemohon, Firza pun menyebut frasa pada Pasal 193 ayat (2) huruf a KUHAP telah mengambil konsep secara mentah-mentah. Di samping itu, Firza juga memaparkan telah menyempurnakan petitum permohonannya.
Adapun Pasal 193 ayat (2) huruf a KUHAP menyatakan, “Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan, cukup untuk itu.”
Dalam permohonannya, Pemohon menilai pasal yang diujikan bertentangan dengan prinsip praduga tak bersalah, menimbulkan kekacauan hukum secara subjektif, serta membuka peluang terhadap pelanggaran prinsip persamaan di hadapan hukum.
Tarik Permohonan
Sementara dalam sidang yang sama, Pemohon perkara Nomor 29/PUU-XV/2017, Elisa Manurung dan Paingot Sinambela, mencabut permohonan uji ketentuan sejumlah pasal dalam KUHAP. “Dengan ini, selaku Pemohon 1, saya mencabut gugatan atas Perkara Nomor 29,’” ucap Elisa.
Setelah mendengar keterangan Pemohon, Majelis Hakim pun menegaskan pencabutan permohonan tersebut. “Karena hingga batas waktu yang sudah ditentukan Pemohon Perkara 29 belum menyerahkan perbaikan, Pemohon resmi mencabut perkara ini meski tidak menyebutkan alasannya,” ujar Saldi.
Pada persidangan sebelumnya, para Pemohon mengujikan Pasal 1 angka 6 huruf b, Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 183, Pasal 190 huruf a, Pasal 191 ayat (3), Pasal 193 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, Pasal 197 ayat (1) huruf k, Pasal 238 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 242, Pasal 253 ayat (4) dan ayat (5) huruf a dan huruf b KUHAP terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Dalam permohonannya, para Pemohon menilai pasal-pasal tersebut mengakibatkan pada hilang, berkurang, dan terbatasnya hak atas kepastian hukum yang adil. Pemohon menjelaskan karena pasal-pasal tersebut, putusan Majelis Hakim pada kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak berdasar tuntutan. Putusan tersebut juga dinilai mencampuradukkan antara putusan dan penetapan penahanan.
(Sri Pujianti/lul)