Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan oleh Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri. Putusan Nomor 12/PUU-XIV/2016 tersebut diucapkan pada Selasa (30/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Mengadili, menolak permohonan Pemohon,” ujar Wakil Ketua MK Anwar Usman mengucapkan amar putusan.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Mahkamah menilai permohonan Pemohon bukan terkait konstitusionalitas norma. Mahkamah menilai upaya hukum dapat dilakukan oleh para pihak apabila adanya permasalahan mengenai pelaksanaan perjanjian penempatan, yaitu melalui upaya penuntutan atau gugatan ke pengadilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tidak tercantumnya upaya tersebut dalam Pasal 85 ayat (2) UU 39/2004, lanjutnya, tidak serta merta mengakibatkan Pasal 85 ayat (2) UU 39/2004 bertentangan dengan Konstitusi.
“Terlebih lagi Permenaker 22/2014 merupakan pendelegasian dari peraturan di atasnya, yakni UU 39/2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana tercantum dalam bagian Menimbang, huruf b dan huruf c Permenaker 22/2014,” ujarnya.
Wahiduddin menambahkan permasalahan yang dialami Pemohon ataupun pekerja lainnya yang ketika dilakukan musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Dengan demikian, imbuhnya, hak konstitusional Pemohon maupun pekerja lainnya tidak dirugikan oleh berlakunya norma a quo. Akan tetapi, seandainya Pemohon atau pekerja lainnya tidak mendapatkan akses keadilan, maka hal itu semata-mata dikarenakan persoalan implementasi dan bukan persoalan konstitusionalitas norma. “Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandasnya.
(Lulu Anjarsari/lul)