Dalam menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), organisasi advokat harus bekerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki program studi ilmu hukum atau sekolah tinggi hukum dengan kurikulum yang menekankan pada kualifikasi aspek keahlian atau keprofesian.
Demikian disampaikan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan uji materiil Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) yang dimohonkan oleh Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI). “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan perkara Nomor 95/PUU-XIV/2016, Selasa (23/5).
Pada pertimbangan hukumnya, Mahkamah menegaskan keharusan tersebut didasarkan pada argumentasi bahwa standardisasi pendidikan, termasuk pendidikan profesi advokat, akan terjaga kualitasnya. Hal tersebut sebagaimana dikehendaki oleh UU Advokat dan sejalan dengan semangat Pasal 31 UUD 1945.
Melalui Putusan MK Nomor 103/PUU-XI/2013, Mahkamah telah menegaskan yang berhak menyelenggarakan PKPA adalah organisasi advokat. Namun, tidak berarti organisasi advokat dapat menyelenggarakan PKPA dengan mengabaikan standar dan kaidah yang berlaku di dunia pendidikan dengan memberikan penekanan pada aspek keahlian dan keterampilan profesional. Dalam pelaksanaan PKPA, Mahkamah menegaskan harus terdapat standar mutu dan target capaian tingkat keterampilan tertentu dalam kurikulum PKPA.
“Dalam kaitan inilah, menurut Mahkamah, kerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki program studi ilmu hukum atau sekolah tinggi hukum menjadi penting. Sebab berbicara pendidikan, terminologi yang melekat dalam istilah PKPA tersebut, secara implisit mengisyaratkan PKPA harus memenuhi kualifikasi pedagogi yang lazimnya sebagaimana dituangkan dalam kurikulum,” papar Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul membacakan pertimbangan hukum.
Mahkamah berpendapat, untuk mencapai tujuan dimaksud diperlukan standar yang lazim digunakan dalam pendidikan keprofesian. Oleh karena itu, organisasi advokat tetap sebagai penyelenggara PKPA dengan keharusan bekerja sama dengan Fakultas Hukum suatu Perguruan Tinggi atau Sekolah Tinggi Hukum yang minimal terakreditasi B.
Selain itu, menurut Mahkamah, pentingnya penyelenggaraan PKPA bekerja sama dengan Perguruan Tinggi adalah untuk menjaga peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan UU Advokat. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat permohonan para Pemohon berkenaan dengan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat beralasan menurut hukum untuk sebagian.
(Nano Tresna Arfana/lul)