Suprayitno, seorang warga negara perseorangan mengajukan keberatan atas berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU 34/1964). Sidang perdana permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 17/PUU-XV/2017 tersebut digelar pada Selasa (2/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna tersebut, Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena dikenakan kewajiban membayar dua iuran wajib, yakni membayar iuran BPJS dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) akibat berlakunya UU 34/1964. Menurutnya, baik BPJS maupun SWDKLLJ mempunyai memiliki manfaat yang sama untuk melindungi Pemohon. “Dengan adanya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, seharusnya undang-undang lama (UU 34/1964) dihapuskan karena bisa menimbulkan tumpang tindih,” ujarnya yang hadir tanpa didampingi kuasa hukum.
Pemohon mengungkapkan bahwa dirinya dan keluarganya telah memenuhi kewajiban untuk membayar iuran BPJS sebagaimana diatur dalam UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Akan tetapi, Pemohon juga diharuskan membayar SWDKLLJ yang dipungut oleh Jasa Raharja. Padahal, lanjut Pemohon, Pasal 4 UU 34/1964 menyebutkan pembayaran ganti rugi hanya didapatkan oleh korban mati atau cacat tetap akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu lintas jalan. Sementara, korban kecelakaan tunggal karena kelalaian ataupun sarana dan prasana jalan yang rusak tidak ditanggung. Hal itu dinilai merugikan Pemohon secara materiil. Oleh karena itu, Pemohon meminta seluruh UU 34/1964 untuk dibatalkan.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Hakim memberikan saran perbaikan. Palguna meminta agar Pemohon membedakan antara alasan kerugian hak konstitusional dan alasan permohonan. Ia meminta agar Pemohon menguraikan kedudukan hukum sesuai dengan Pasal 51 ayat (1) UU MK. Selain itu, Palguna mengingatkan bahwa MK tidak memiliki wewenang untuk mengadili masalah penerapan norma sebagaimana yang didalilkan Pemohon mengenai kerugian materiil yang dialaminya.
Sedangkan Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta agar Pemohon fokus pada pasal yang akan diuji dengan UUD 1945. Ia menyebut Pemohon berkeberatan membayar SWDKLLJ karena SWDKLLJ tidak menanggung korban kecelakaan tunggal. Jika itu yang dijadikan alasan, Saldi menyarankan agar Pemohon menguji Pasal 4 dan Pasal 5 UU 34/1964, bukan keseluruhan undang-undang.
“Jika didalilkan Pasal 4 ayat (1), harusnya diujungnya yang dimintakan untuk diuji hanya Pasal 4 dan Pasal 5 saja. Tapi kenyataannya, dua pasal yang bermasalah, tapi Pemohon meminta seluruh undang-undang dibatalkan. Harus ada alasan lain, misalnya kedua pasal ini merupakan pasal inti. Jika tidak, harus tambah dua dalil baru yang harus ditambah. Dua pasal bermasalah, masih ada tujuh lagi yang harus dicari dalilnya. Itu yang harus pemohon perhatikan,” tandasnya.
Pemohon diberi waktu untuk melakukan perbaikan permohonan selama 14 hari kerja. Sidang berikutnya akan digelar dengan agenda mendengar perbaikan permohonan.
(LA/lul)