Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh distrik Kabupaten Kepulauan Yapen. Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 52/PHP.BUP-XV/2017 yang dimohonkan Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1 Tonny Tesar dan Frans Sanadi, Rabu (26/4) di ruang sidang pleno MK.
“Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Arief Hidayat didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah membatalkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Kabupaten Yapen yang tertuang dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 26/Kpts/KPU-Kab/030.434110/Tahun 2017. Selain itu, Mahkamah menegaskan PSU harus dilaksanakan dalam tenggang waktu 60 hari kerja setelah putusan diucapkan dengan mengikutsertakan seluruh pasangan calon.
Pada permohonannya, Pemohon mempermasalahkan Keputusan KPU Kabupaten Kepulauan Yapen No. 26/Kpts/KPU-Kab/030.434110/Tahun 2017 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen 2017 yang menyatakan perolehan suara Pemohon adalah nol suara. Padahal, menurut Pemohon, pihaknya merupakan peraih suara terbanyak dengan total 32.919 suara.
Perolehan nol suara tersebut lantaran Pemohon didiskualifikasi didiskualifikasi dari Pemilihan Bupati Kepulauan Yapen melalui Rekomendasi Panwaslih Nomor 35/K.PANWAS-KAB.YP/III/2017 perihal Penelusuran Pelanggaran Administrasi Pemilu. Rekomendasi tersebut ditindaklanjuti Termohon dengan mengeluarkan Keputusan Nomor 24/KptsKab/030.434110/Tahun 2017 tentang Pembatalan Sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017.
Keputusan itu dikeluarkan karena Pemohon sebagai petahana disinyalir melanggar ketentuan Pasal 71 Ayat (3) dan Ayat (5) UU No. 10/2016 tentang Pilkada, yaitu menggunakan jabatannya untuk menguntungkan/merugikan paslon tertentu.
Abaikan Surat KPU
Dalam rangkaian persidangan, Mahkamah menemukan fakta bahwa KPU RI mengirimkan surat Nomor 242/KPU/III/2017 tanggal 28 Maret 2017 yang memerintahkan Termohon untuk membatalkan Keputusan Nomor 24 yang membatalkan Pemohon sebagai paslon. KPU RI juga memerintahkan Termohon melaksanakan rekapitulasi hasil penghitungan suara dengan melibatkan Pemohon. Namun, hal tersebut tidak dilaksanakan Termohon dengan alasan jika tidak menindaklanjuti rekomendasi Panwas, maka Termohon akan dijerat dengan ancaman pidana.
Menurut Mahkamah, tindakan Termohon tersebut merupakan tindakan insubordinasi yang tidak boleh terjadi. Oleh karena itu, demi menjaga kewibawaan dan integritas KPU dan untuk mencegah terulagnya peristiwa serupa, Mahkamah harus menyatakan Keputusan KPU Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 24/Kpts/KPU-Kab/030.434110/Tahun 2017 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Namun, Mahkamah menegaskan tidak dapat secara serta merta mengembalikan jumlah suara yang telah dihitung sebelumnya di 16 distrik di Kabupaten Kepulauan Yapen. Sebab, Mahkamah tidak mengetahui dengan pasti berapa perolehan suara sah bagi Pemohon maupun perolehan suara pasangan calon lainnya.
Oleh karena itu, demi kepastian hukum yang adil, Mahkamah memiliki alasan kuat untuk memerintahkan dilakukannya pemungutan suara ulang di semua TPS di seluruh distrik di Kabupaten Kepulauan Yapen dengan mengikutsertakan seluruh paslon yang telah ditetapkan, yaitu Paslon Tonny Tesar dan Frans Sanadi (Pemohon); Paslon Yulianus Klemens Worumi dan Zefanya Yeuwun; Paslon Marthen Kayoi dan Aser Paulus Yowei; Paslon Simon Atururi dan Isak Semuel Warobai; Paslon Benyamin Arisoy dan Nathan Bonay; Paslon Melkianus Laviano Doom dan Saul Ayomi.
Berdasarkan surat KPU RI yang menyatakan tugas dan wewenang KPU Kabupaten Kepulauan Yapen untuk sementara diambil alih oleh KPU Provinsi Papua, maka pelaksanaan PSU harus dilaksanakan KPU Provinsi Papua di bawah supervisi KPU RI.
Sementara terhadap permohonan Perkara Nomor 51 dan 53/PHP.BUP-XV/2017, Mahkamah menyatakan menolak permohonan dua perkara tersebut untuk seluruhnya. Sebaa para pemohon tidak memenuhi syarat tenggang waktu permohonan dan kedudukan hukum.
(Nano Tresna Arfana/lul)