Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Walikota dan Wakil Walikota Salatiga yang diajukan oleh Pasangan Calon Agus Rudiyanto dan Dance Ishak Palit kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (12/4). Dalam sidang tersebut, Pemohon menghadirkan Umbu Ranta sebagai Ahli yang menjelaskan mengenai pembukaan kotak suara.
Dalam keterangannya, Ranta menyebut pembukaan kotak suara merupakan pelanggaran. Ia menjelaskan PPK wajib menjaga keutuhan kotak suara. Menurutnya, jika ada pembukaan kotak suara, maka hal tersebut sudah melanggar Pasal 112 UU Nomor 1 Tahun 2015. “Sesuai dengan Pasal 112 UU Nomor 1 Tahun 2015, maka harus dilakukan pemungutan suara ulang sebagai sanksi,” ujarnya dalam sidang perkara Nomor 30/PHP.KOT-XV/2017 yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat tersebut.
Selain Ahli, Pemohon juga menghadirkan saksi yang memberikan keterangan mengenai adanya penambahan pemilih yang tidak terdaftar di DPT, namun dapat memberikan suara. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Saksi Pemohon Joko Supardi. Ia menyampaikan ada perbedaan jumlah jumlah pemilih pada form C1 KWK dengan form DA-A. “Ada perbedaan, di C1 tercantum 257 pemilih menjadi 286 pemilih,” terangnya.
Saksi Pemohon yang lain, Alfred Lehurliana, mengungkapkan adanya pembukaan kotak suara oleh sejumlah PPK. Terhadap dalil tersebut, KPU Kota Salatiga selaku Termohon menghadirkan beberapa orang saksi yang membantah semua dalil Pemohon. Misalnya, Amin Nurbaedi yang merupakan Ketua PPK Kecamatan Tingkir. Ia membantah adanya pembukaan kotak suara untuk memanipulasi suara. Menurutnya, usai menyerahkan hasil rekapitulasi ke KPU Kota Salatiga, ia mendapat panggilan karena ada beberapa kesalahan pada penulisan data administrasi pemilih.
“Ada kesalahan tulis di kolom yang keliru, maka perlu pencermatan ulang. Itu memang tidak melibatkan Panwaslih karena itu hanya pertemuan kecil dan revisi dilakukan di tingkat kabupaten,” tandasnya.
Ia juga menegaskan tidak ada perubahan suara yang terjadi akibat kesalahan tersebut. Total suara keseluruhan tetap berjumlah 24.812 suara. Hal serupa juga diungkapkan saksi Termohon lainnya, Nur Rahmat yang merupakan Ketua PPK Kecamatan Argomulyo. Ia membantah adanya pembukaan kotak suara di PPK tempatnya bertugasnya. Ia mengakui adanya pemilih tidak terdaftar dalam DPT, namun tetap memilih. “Tapi memang itu warga Argomulyo yang memilih dengan menggunakan e-KTP atau Suket dari Dukcapil,” ujarnya.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan adanya pembukaan kotak suara secara illegal di sejumlah TPS, di antaranya TPS Kecamatan Tingkir dan TPS Kecamatan Argomulyo. Pembukaan kotak suara tersebut dilakukan secara sepihak dan tidak sesuai ketentuan perundang-undangan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Tingkir dan Kecamatan Argomulyo. Kedua peristiwa pembukaan kotak suara tersebut terjadi setelah selesainya rekapitulasi penghitungan suara tingkat kecamatan pada tanggal 16 Februari 2017. Tindakan KPU Kota Salatiga tersebut dinilai mengubah DAA-KWK dan DA.l-KWK telah melanggar asas profesionalitas dalam penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara pada pelaksanaan Pilkada Kota Salatiga.
Termohon juga dinilai melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 112 huruf a UU Nomor 1 Tahun 2015 jo. Pasal 59 huruf a Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2015. “Dengan demikian, guna menjamin kepastian dan profesionalitas, maka harus dilaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Kecamatan Tingkir dan Argomulyo,” ujar Pemohon di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman tersebut.
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan adanya pemilih yang tidak terdaftar melakukan pencoblosan di beberapa TPS di Kecamatan Argomulyo dan adanya manipulasi suara. Oleh karena itu, Pemohon meminta Majelis Hakim membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Salatiga dan melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Kecamatan Argomulyo dan Kecamatan Tingkir. (LA)