Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana untuk tiga perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen 2017, Senin (10/4) di ruang sidang MK. Ketiga perkara tersebut dimohonkan oleh Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 6 Melkianus Laviano Doom dan Saul Ayomi (51/PHP.BUP-XV/2017), Paslon Nomor Urut 1 Tonny Tesar dan Frans Sanadi (52/PHP.BUP-XV/2017), serta Paslon Nomor Urut 4 Simon Atururi dan Isak Semuel Worabai (53/PHP.BUP-XV/2017).
Dalam perkara Nomor 52, Pemohon meminta MK mengesampingkan Pasal 158 ayat (2) huruf a UU 10/2016 tentang Pilkada dan Pasal 7 ayat (2) PMK 1/2017 yang mengatur ambang batas selisih suara. Hal tersebut agar Pemohon mendapat kesempatan untuk membuktikan terjadinya pelanggaran hak konstitusional Pemohon sebagai Pasangan Calon.
Diwakili Andi Muhammad Asrun, Pemohon menjelaskan pihaknya didiskualifikasi dari Pilkada Kepulauan Yapen melalui Rekomendasi Panwaslih Nomor 35/K.PANWAS-KAB.YP/III/2017 perihal Penelusuran Pelanggaran Administrasi Pemilu. Rekomendasi tersebut ditindaklanjuti KPU Kepulauan Yapen dengan mengeluarkan Keputusan Nomor 24/KptsKab/030.434110/Tahun 2017 tentang Pembatalan Sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017. Keputusan tersebut dikeluarkan karena Pemohon sebagai petahana diduga melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (3) dan ayat (5) UU 10/2016 tentang Pilkada, yaitu menggunakan jabatannya untuk menguntungkan atau merugikan Paslon tertentu.
Dengan demikian, Pemohon memperoleh 0 suara pada hasil penghitungan suara Pilkada Kepulauan Yapen. Padahal, menurut Pemohon, pihaknya merupakan peraih suara terbanyak dengan total 32.919 suara.
“Inilah alasan kenapa kami meminta agar perkara diperiksa dengan mengesampingkan terhadap Pasal 158. Kalau Pasal 158 diterapkan, perkara ini tidak bisa diperiksa-periksa. Bagaimana mendapatkan nol? Sedangkan namanya disebut dalam SK penetapan rekapitulasi. Namanya ada, tetapi disebutkan nol, padahal tidak seperti itu,” ujar Asrun.
Politik Uang
Sementara itu, Pemohon dalam Perkara Nomor 53 menyatakan terjadi kecurangan yang dilakukan oleh Paslon Nomor Urut 5 Benyamin Arisoy dan Nathan Bonai dengan melakukan politik uang pada pemungutan suara tanggal 15 Februari 2017 lalu. Pasangan tersebut dianggap melakukan praktik politik uang pada hampir seluruh TPS yang ada. Atas dasar praktik politik uang dan praktik kecurangan lainnya, Panwaslih Kabupaten Kepulauan Yapen merekomendasikan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 30 TPS dengan rincian masing-masing 25 TPS di Distrik 10 Yapen Barat, 1 TPS di Distrik Wonawa, dan 4 TPS di Distrik Yapen Selatan.
Kendati telah dilakukan PSU, Pemohon merasa Paslon Nomor Urut 5 seharusnya juga didiskualifikasi karena telah melakukan kecurangan.
“Kedatangan kami ke MK adalah meminta Hakim Konstitusi untuk mendiskualifikasi Pasangan Calon Nomor Urut 5 atas kecurangan yang dilakukannya dan menetapkan Pemohon menjadi pasangan terpilih pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017,” ujar Kuasa Pemohon Veri Junaidi.
Senada dengan itu, Pemohon Perkara Nomor 51 juga memaparkan kecurangan yang terjadi dalam Pilkada Kepulauan Yapen. Pemohon menunjukkan beberapa foto dan data sebagai bukti bahwa terjadi kecurangan atau pelanggaran dalam pemungutan dan penghitungan suara di Distrik Anatourei TPS 3 Kampung Anatourei. Dalam pelaksanaan pemungutan suara tanggal 15 Februari 2017 lalu, Pemohon memaparkan telah tertangkap tangan sebanyak 6 orang pemilih yang melakukan pencoblosan lebih dari satu kali.
“Bahwa perolehan suara menurut Pemohon adalah tidak benar karena masih banyak pelanggaran-pelanggaran saat pemungutan suara yang sudah terbukti seharusnya diadakan Pemungutan Suara Ulang atau PSU sehingga perolehan suara yang awal harus dibatalkan terlebih dahulu,” ungkap Yustian Dewi Widiastuti selaku kuasa hukum Paslon Nomor Urut 6 tersebut.
(Bayu Wicaksono/lul)