Mahkamah Konstitusi (MK) memutus tidak dapat menerima uji materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Selasa (7/2). Pada perkara Nomor 72/PUU-XIV/2016, Pemohon dinilai tak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan dan kehilangan obyek.
“Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Arief Hidayat didampingi tujuh hakim lainnya.
Membacakan pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan Pasal 423 sudah tidak berlaku lagi. Hal tersebut berdasarkan Pasal I angka 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Ini artinya Pemohon telah kehilangan obyek,” jelasnya.
Selanjutnya Pasal 385 ayat (1) KUHP, imbuhnya, justru merupakan salah satu bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap hak yang dimiliki oleh seseorang, termasuk tanah, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
“Adapun permasalahan yang didalilkan Pemohon, antara lain, tentang adanya wanprestasi yang dilakukan oleh pihak Durman Kertas Indah yang mengakibatkan Pemohon kehilangan pangsa pasar adalah merupakan kerugian secara keperdataan, sehingga merupakan perkara perdata yang penyelesaiannya diselesaikan melalui peradilan perdata, bukan melalui peradilan konstitusi,” jelasnya.
Dengan demikian, menurutnya, tidak ada hubungan sebab-akibat (causal verband)antara kerugian Pemohon dimaksud dan berlakunya Pasal 385 ayat (1) KUHP. Selain itu juga tidak ada kerugian konstitusional baik yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi kepada Pemohon dengan berlakunya Pasal 385 ayat (1) KUHP a quo.
Nuih Herpiandi, seorang pengusaha produk kertas selaku pemohon mengaku pernah dirugikan dalam bisnisnya lantaran ketidakjelasan penafsiran pasal-pasal a quo. Pemohon, pada tanggal 8 Februari 2001, telah mengambil alih usaha milik Indra Wijaya selaku pemilik Durman Kertas Indah. Usaha tersebut diambil alih karena kondisi perusahaan sedang krisis.
Namun, setelah produk-produk dari Durman Kertas Indah laris dengan pesat, timbul keinginan pemilik Durman Kertas Indah yang terdahulu untuk menguasai pangsa pasar. Caranya dengan menghentikan pengiriman barang produksinya kepada Pemohon tanpa alasan hukum yang sah dan membuka cabang sendiri di Cirebon.
Menurut dalil Pemohon, ketentuan Pasal 385 KUHP seharusnya dapat diperluas penafsirannya menjadi termasuk pada penyerobotan lahan pangsa pasar. Sebab, pangsa pasar adalah suatu komoditas yang tidak berwujud namun memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Oleh karena itu, Pemohon meminta MK memperluas penafsiran Pasal 385 KUHP dengan menambahkan frasa “pangsa pasar” dalam ketentuan a quo. Dirinya juga meminta agar Pasal 423 KUHP ditafsirkan “yang dimaksud pejabat adalah pejabat publik juga swasta”.
(ARS/lul)