Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan yang diajukan oleh Bupati Donggala Kasman Lassa terkait pengujian UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Putusan ini dibacakan oleh Ketua MK Arief Hidayat, Rabu (11/1) di Ruang Sidang MK. Mahkamah menilai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan perkara tersebut.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Mahkamah mendalilkan sesuai dengan Putusan Mahkamah Nomor 87/PUU-XIII/2015. Putusan tersebutmenyatakan bahwa “... apabila terhadap urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah ada pihak yang secara aktual ataupun potensial menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU Pemda maka pihak dimaksud adalah Pemerintahan Daerah, baik Pemerintahan Daerah provinsi atau Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. Sehingga, pihak yang dapat mengajukan permohonan dalam kondisi demikian adalah Kepala Daerah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu Gubernur bersama-sama dengan DPRD Provinsi untuk Pemerintahan Daerah Provinsi atau Bupati/Walikota bersama-sama dengan DPRD Kabupaten/Kota untuk Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota”.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Maria menjelaskan yang dapat menjadi pemohon dalam permohonan a quo adalah Bupati Donggala bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Donggala. Adapun terkait dengan DPRD Kabupaten Donggala, harus dibuktikan dengan keterangan atau bukti yang menyatakan bahwa keberadaan DPRD Kabupaten Donggala sebagai pemohon adalah hasil dari keputusan rapat paripurna DPRD Kabupaten Donggala.
“Faktanya Pemohon tidak menyampaikan keterangan atau bukti terkait dengan keberadaan DPRD Kabupaten Donggala sebagai hasil keputusan rapat paripurna DPRD Kabupaten Donggala. Dengan demikian, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo,” tuturnya.
Maria menambahkan meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan tersebut, namun pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sehingga Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan.
Dalam perkara yang diregistrasi dengan nomor perkara 136/PUU-XIII/2015, Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 15 ayat (1) beserta Lampiran Matriks UU Pemda. Menurut Pemohon, ketentuan tersebut telah mengesampingkan peran pemerintah kabupaten yang sebenarnya juga diatur dalam Konstitusi, tepatnya diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Dengan kata lain, Pemohon mengatakan ketentuan a quo telah memangkas hak-hak serta kewenangan pemerintah kabupaten dalam mengelola sumber daya alam yang berada di dalam wilayah kabupaten dimaksud. Padahal, bila sumber daya tersebut dapat dikelola oleh pemerintah kabupaten, maka akan dapat menghasilkan pendapatan yang dapat diandalkan bagi kabupaten untuk membangun wilayahnya. Pemohon juga menyatakan ketentuan tersebut telah menimbulkan pergeseran tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pemerintah kabupaten. (Lulu Anjarsari/lul)