Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah menjadi narasumber acara Konferensi Hukum Nasional dengan tema Refleksi Hukum 2016 dan Proyeksi Hukum 2017 yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember Jumat (16/2) di Jember, Jawa Timur.
Pada kesempatan tersebut, Guntur mengungkapkan konferensi hukum menjadi momen yang baik untuk merumuskan kemajuan hukum Indonesia. Berbicara tentang peraturan hukum, Guntur menjelaskan sudah tidak terhitung berapa banyak peraturan perundang-undangan yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia hingga saat ini.
“Begitu banyaknya peraturan yang berlaku, membuat Indonesia ibarat belantara hukum yang kemudian rentan melahirkan persoalan. Tumpang tindih regulasi dianggap sebagai penyebab utama ketidakpastian hukum di negara ini. Situasi ini serba multitafsir, konfliktual, dan tidak taat asas. Akibatnya, efektivitas implementasi regulasi menjadi lemah,” tegas Guntur.
Menyangkut reformasi birokrasi, lanjutnya, ada dua aspek penting, yakni aspek reformasi legislasi dan reformasi regulasi. Terkait hal tersebut, Guntur menyebut Indonesia tengah mengalami krisis rasionalitas formal dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, yang terjadi di Indonesia bukan lagi disebut negara hukum, melainkan negara undang-undang.
“Krisis rasionalitas formal disebabkan karena ketidakmampuan hukum merespon kebutuhan masyarakatnya. Jadi undang-undang dibuat hanya untuk memenuhi target. Ditambah lagi ketidakpercayaan masyarakat kepada pembuat undang-undang. Mendapati fakta demikian, reformasi regulasi merupakan pekerjaan rumah yang perlu segera dituntaskan,” paparnya.
Secara teoritik, transisi politik menuju demokrasi yang terjadi di beberapa negara selalu diikuti oleh upaya melakukan koreksi dan penataan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, menurut Guntur, upaya reformasi regulasi nasional diharapkan dapat menjaga dinamika sosial, politik, dan ekonomi secara tertib, serta meningkatkan efektivitas regulasi sebagai instrumen penyelenggaraan negara dan instrumen ketertiban sosial yang berkeadilan.
“Reformasi regulasi haruslah berkeadilan dan dipastikan demi sebesar-besarnya kepentingan serta kemakmuran rakyat. Semoga kedepan regulasi baik di level undang-undang maupun di level peraturan perundang-undangan, dapat lebih bekerja secara efektif dan efisien untuk mendukung upaya mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945,” tutup Guntur.
(dedy/lul)