Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Kamis (6/10) di ruang sidang MK. Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 ini diajukan oleh PT. Bandung Raya Indah Lestari yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan ketentuan Pasal 22, 23, 24, Pasal 26 huruf c, d, h, i, Pasal 41 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 44 ayat (4), ayat (5) UU 5/1999. Kerugian tersebut dirasakan Pemohon berkaitan dengan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 12/KPPU-L/2015 yang membatalkan proses pelelangan badan usaha. Menurut Pemohon, pelelangan tersebut telah telah dimenangkannya secara jujur, fair, dan terbuka.
Dalam dalil permohonannya, Pemohon menyatakan pasal-pasal yang diujikan tersebut tidak mengatur secara jelas dan tegas kedudukan KPPU. “Apakah (KPPU, red) sebagai lembaga administratif yang diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan secara administatif atau sebagai penegak hukum pidana yang berwenang melakukan penyelidikan,” jelas kuasa Pemohon Muhammad Ainul Syamsu dalam persidangan yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Lebih lanjut, menurut Pemohon, frasa “pihak lain” dalam Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 UU 5/1999 tidak memberikan kepastian hukum. Sebab, Pemohon menilai frasa tersebut bersifat multitafsir dan tidak jelas sehingga membuka ruang bagi lembaga tertentu untuk bertindak sewenang-wenang. Menurut Pemohon, frasa “pihak lain” seharusnya dimaknai sebagai frasa “pelaku usaha lain”.
Selain itu, Pemohon menganggap frasa “penyelidikan dan/atau pemeriksaan” dalam Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i dan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU 5/1999 tidak memberikan kepastian hukum karena seolah-olah KPPU atau unit kerja di dalamnya mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Ketidakjelasan tersebut dinilai dapat memberikan celah hukum karena KPPU dapat menjadikan hasil pemeriksaan administratif sebagai hasil penyelidikan.
“Ketidakjelasan tersebut juga berpotensi untuk memberikan ruang kepada KPPU untuk memberikan makna secara luas untuk menjalankan fungsi penyelidikan, fungsi penuntutan dan fungsi ajudikasi secara sekaligus,” katanya.
Padahal, Pemohon berpendapat KPPU tidak mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang untuk menjalankan ketiga fungsi tersebut, kecuali melakukan pemeriksaan administratif terhadap pelaku usaha.
Nasihat Hakim
Usai mendengarkan pemaparan Pemohon, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mempertanyakan legal standing Pemohon. Menurut Palguna, Pemohon tidak menekankan kerugian konstitusionalitasnya. Pemohon justru memaparkan kerugian di sisi faktualnya.
“Kalau kerugian itu faktual. Nah, inilah kasus ini jadi hanya mendukung uraian faktualnya, tapi kerugian konstitusional sendiri yang pertama yang harus sebut karena itu yang harus disebutkan,” jelasnya.
Sementara Hakim Konstitusi Manahan Sitompul menyarankan agar petitum Pemohon dibuat lebih sederhana dan tidak perlu mengulang-ulang. “Jadi petitum-nya ini, kalau itu yang Saudara maksud persoalan norma, ya? Ini jangan lagi terlalu mengulang-ulang di dalamnya. Jadi singkat dan simple saja,” ujarnya.
Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Sidang berikutnya akan digelar dengan agenda perbaikan permohonan.
(ars/lul)