Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materiil Pasal 385 dan 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kamis (15/9) di ruang sidang MK. Pemohon perkara teregistrasi Nomor 72/PUU-XIV/2016 tersebut adalah Nuih Herpiandi, seorang pengusaha produk kertas.
Tanpa didampingi kuasa hukum, Pemohon memaparkan alasan permohonannya. Ia mengaku pernah dirugikan dalam bisnisnya lantaran ketidakjelasan penafsiran pasal-pasal a quo. Pemohon, pada tanggal 8 Februari 2001, telah mengambil alih usaha milik Indra Wijaya selaku pemilik Durman Kertas Indah. Usaha tersebut diambil alih karena kondisi perusahaan sedang krisis.
Namun, setelah produk-produk dari Durman Kertas Indah laris dengan pesat, timbul keinginan pemilik Durman Kertas Indah yang terdahulu untuk menguasai pangsa pasar. Caranya dengan menghentikan pengiriman barang produksinya kepada Pemohon tanpa alasan hukum yang sah dan membuka cabang sendiri di Cirebon.
Menurut dalil Pemohon, ketentuan Pasal 385 KUHP seharusnya dapat diperluas penafsirannya menjadi termasuk pada penyerobotan lahan pangsa pasar. Sebab, pangsa pasar adalah suatu komoditas yang tidak berwujud namun memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
“Jadi, saya mau minta keadilan, sebab tak ada tempat yang bisa dilapor karena enggak ada pasal yang mengatur soal pangsa pasar,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Oleh karena itu, Pemohon meminta MK memperluas penafsiran Pasal 385 KUHP dengan menambahkan frasa “pangsa pasar” dalam ketentuan a quo. Dirinya juga meminta agar Pasal 423 KUHP ditafsirkan “yang dimaksud pejabat adalah pejabat publik juga swasta”.
Masukan Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Patrialis Hakim menyebut permohonan yang diajukan Pemohon lebih tepat diajukan ke Pengadilan Umum. Sebab, permohonan mengandung kerugian materiil dan bukan wewenang MK. “Bapak menyatakan ada kerugian materiil itu boleh-boleh saja. Tapi itu sebatas pintu masuknya saja dan jangan menjadi tujuan,” jelasnya.
Sementara, Hakim Suhartoyo memandang pasal yang diujikan Pemohon tidak memiliki persoalan. Ia memandang hal yang digelisahkan Pemohon lebih tepat diusulkan ke DPR. Sebab, saat ini DPR tengah mengamandemen KUHP. “Kalau MK tidak punya kewenangan untuk membongkar-bongkar pasal-pasal yang tidak ada masalah dan tidak ada persoalan,” katanya menegaskan.
(ars/lul)