Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan dari Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. Kunjungan tersebut diterima oleh Peneliti MK Pan Mohammad Faiz pada Jumat (22/4) di Gedung MK.
Dalam kunjungan tersebut, Faiz menjelaskan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung, MK mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kewenangan MK tersebut di antaranya MK berwenang menguji UU terhadap UUD 1945. Selain itu, MK memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. MK juga memutus pembubaran partai politik, dan terakhir, MK memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan satu kewajiban MK adalah Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela.
Akan tetapi dari semua kewenangan dan kewajiban yang dimiliki, MK hanya baru melaksanakan tiga dari semua kewenangan tersebut, yakni pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, penyelesaian sengketa hasil permiihan umum kepala daerah (PHPUKada), dan penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara. Terkait dengan PHPUKada, MK hanya membatasi pada perselisihan tentang hasil perolehan suara yang diperoleh para pihak yang berperkara. Menanggapi pertanyaan mengenai money politic atau pelanggaran jika terbukti dalam PHPUKada, Faiz menjelaskan hal itu merupakan tindak pidana pemilu dan bukan merupakan kewenangan MK untuk mengadili. “Jika terbukti ada money politic, maka itu merupakan pidana pemilu yang merupakan kewenangan Polri atau pengadilan umum,” paparnya di hadapan sekitar 50 mahasiswa tersebut.
Sementara terkait pertanyaan mengenai kewenangan pembubaran partai politik, Faiz menjelaskan kasus ini tidak berlaku bagi parpol yang menghadapi masalah internal. Parpol yang mengalami masalah secara internal, harus menyelesaikan sendiri permasalahannya. Sementara MK tidak bisa aktif menjemput bola untuk mengajukan pembubaran parpol. “Konflik yg terjadi di beberapa parpol bukan terkait pembubaran namun mengenai dualisme kepemimpinan. Kasus ini harus diselesaikan internal karena sebagai lembaga peradilan, MK tidak bisa secara aktif mengajukan partai untuk dibubarkan,” ujarnya
Usai menjelaskan dan sesi tanya jawab, para mahasiswa langsung menuju ke Pusat Sejarah Konstitusi yang terbuka untuk umum pada hari kerja. Di museum ini, Konstitusi dipelajari dalam delapan zona. Delapan zona tersebut yaitu zona pra kemerdekaan, zona kemerdekaan, zona undang-undang dasar 1945, zona konstitusi RIS, zona UUD sementara 1950, zona kembali ke UUD 1945, zona perubahan UUD 1945, zona mahkamah konstitusi. (Lulu Anjarsari)