Burhan Manurung, pensiunanAparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil (ASN/PNS) Kementerian Perdagangan, memperbaiki permohonan uji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sidang kedua perkara dengan Nomor 15/PUU-XIV/2016 digelar pada Selasa (8/3) di Ruang Sidang MK.
Dalam sidang tersebut, Pemohon hanya memperbaiki petitum permohonan tanpa mengubah substansi. “Pada prinsipnya, permohonan hanya perbaikan kalimat-kalimat saja dan tidak ada perubahan substantif. Tetapi, dalam petitum-nya, ada perubahan secara substantif. Saat ini, kami mengajukan bahwa undang-undang ini tetap bisa diberlakukan sepanjang tidak diberlakukan terhadap jaminan pensiun dan jaminan hari tua ASN/PNS sesuai dengan Pasal 21 ayat (c) dan Pasal 91 ayat (3),” jelasnya.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 40 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara. Pasal tersebut berbunyi “Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.” Pemohon menganggap dengan adanya pasal a quo mengakibatkan Pemohon dan keluarganya tidak dapat menerima uang pensiun sepenuhnya dari PT. Taspen.
Pemohon merupakan ASN/PNS Kementerian Perdagangan yang seharusnya sudah diusulkan pensiun sesuai usia mulai tanggal 1 Maret 2008, namun hanya menerima Surat Bebas Tugas PNS Menjelang Pensiun pada 25 Januari 2008. Pada 23 Juni 2015, Pemohon baru menerima Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP) dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Padahal jaminan pensiun baru dapat dibayarkan setelah diterbitkannya SKPP oleh Kementerian Keuangan melalui KPPN. Dengan demikian, PT. Taspen menetapkan pembayaran pensiun Pemohon sesuai dengan diterbitkannya SKPP dan bukanlah menurut tanggal usia pensiun Pemohon, sehingga Pemohon tidak menerima uang pensiun secara penuh.
“Di situ disebutkan bahwa apabila seseorang melakukan penagihan kepada TASPEN, yang mestinya merupakan haknya tapi bila lebih dari 5 tahun, TASPEN tidak pernah mau membayarkan. TASPEN hanya mau membayarkan 5 tahun rapel saja,” terang Pemohon yang hadir tanpa diwakili kuasa hukum.
Pemohon juga menjelaskan telah mengajukan keberatan secara tertulis kepada PT Taspen, namun Pemohon tidak mendapatkan jawaban tertulis, dan hanya mendapatkan penjelasan lisan yaitu keberatannya telah kedaluwarsa melewati 5 (lima) tahun setelah jatuh tempo sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara. Sehingga PNS yang belum menerima jaminan pensiun lebih dari 5 (lima) tahun sejak usia pensiun, hanya berhak menerima 5 (lima) tahun rapel dan pembayaran selanjutnya. Padahal menurut Pemohon, ketentuan a quo tidak dapat diterapkan pada ASN/PNS karena substansi yang menyangkut jaminan pensiun dan jaminan hari tua ASN/ PNS tidak tertulis maupun tersirat dalam tersebut dan pelaksanaannya merupakan penafsiran sepihak dan multitafsir. Pemohon pun meminta agar UU Perbendaharaan Negara tersebut hanya ditujukan untuk bupati, gubernur dan walikota, bukan PNS. (Lulu Anjarsari/lul)