Jakarta, kpu.go.id – Setiap tahapan dan proses pemilihan umum (pemilu) ataupun pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak memiliki makna yang berarti jika hasilnya tidak dapat diterima publik. Hal itu diutarakan oleh Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ida Budhiati saat rapat persiapan penyelesaian sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada 2015, Senin (4/1).
"Dalam proses pemilu, seluruh pelaksanaan tahapan tidak akan ada maknanya apabila hasilnya itu tidak dipercaya,” tutur Ida di Ruang Sidang Utama KPU, Jalan Imam Bonjol Nomor 29, Jakarta.
Guna mempertanggungjawabkan hasil pemilihan, Ida mengatakan KPU telah meminta KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk melakukan deteksi dini potensi masalah, sekaligus menyusun draf kronologis penyelenggaraan pilkada dari seluruh penyelenggara pemilu.
“Kami sudah meminta kepada mereka (KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota) untuk melakukan deteksi dini, potensi masalah, menyusun kronologi dan menyiapkan alat bukti,” lanjut Ida.
Penyiapan alat bukti dan penyusunan draf krolologis secara dini tersebut diharapkan bisa menjadi senjata KPU dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Keterangan dari penyelenggara pemilu, khususnya badan penyelengga adhoc ini nanti diharapkan akan memperkuat keterangan dari KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota,” kata Ida.
Menurutnya, penyusunan draf kronologis secara dini tersebut bisa mempermudah pekerjaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, ketika menerima materi permohonan dari MK terkait PHP Pilkada.
“Hal itu bisa dijadikan materi dan informasi lebih awal bagi bapak/ibu sekalian (Konsultan Hukum KPU RI) sembari menunggu permohonan dari MK. Jadi nanti disandingkan saja mana keterangan yang tidak diperlukan dan keterangan yang bisa diambil untuk dituangkan dalam jawaban KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota,” terang Ida.
Ida yakin, dugaan dari beberapa kalangan yang menyanksikan hasil pilkada tersebut tidak akan terbukti jika KPU dapat menjelaskan seluruh proses penyelenggaraan pilkada dengan baik.
“Bukan masalah menang atau kalah, tetapi kemampuan penyelenggara untuk mempertanggungjawabkan. Jangan sampai ada masalah, kemudian dituduh tetapi tidak mampu menjelaskan. Kami (KPU) meyakini kalau penyelenggara mampu mempertanggungjawabkan, mampu menjelaskan, mampu mengajukan bukti maka otomatis kemenangan itu ditangan,” tandasnya.
Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal KPU RI, Nur Syarifah dalam kesempatan yang sama menjelaskan bahwa dalam Pilkada Tahun 2015 ini MK menerima permohonan PHP Pilkada sebanyak 147 dari 132 daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) (per 4 Januari).
“Jadi ada 147 permohonan dari 132 daerah. Sembilan daerah lebih dari 1 permohonan,” kata dia.
Berdasarkan telaahan tim hukum KPU RI, Nur Syarifah menjelaskan bahwa dari 147 permohonan tersebut hanya 9 (Sembilan) daerah yang memenuhi syarat formal untuk melaksanakan sidang di MK.
“Menurut telaahan kami, dari 147 perkara yang memenuhi syarat formal baik selisih ambang perolehan suaranya, dan juga batas waktunya ada 9. Diantaranya Solok Selatan, Kuantan Singingi, Bangka Barat, Kotabaru, Muna, Halmahera Selatan, Kepulauan Sula, Membramo Raya, dan Teluk Bintuni,” jelasnya.
Jika sesuai jadwal, pada 7 Januari, 8 Januari dan 11 Januari esok, MK akan melakukan pemerisaan pendahuluan atas 147 permohonan tersebut. Sedangkan untuk proses persidangan PHP Pilkada, MK akan melaksanakannya mulai tanggal 18 Januari hingga 7 Maret 2016 (Batas akhir pembacaan putusan MK).