Jakarta - UU Pilkada dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi secara limitatif sengketa perhitungan selisih suara pilkada. Tapi sebagian pihak meminta pilkada bisa diulang asalkan terbukti adanya pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif.
"Jika MK hanya mengadili berdasar pada batasan limitatif, maka MK kehilangan marwahnya sebagai lembaga penjaga gawang konstitusi, penjaga gawang demokrasi dan penjara gawang HAM," kata praktisi hukum yang kerap beracara di MK, Hermawanto, kepada detikcom, Selasa (5/1/2015).
Praktisi lainnya, Heru Widodo, juga menyesalkan pembatasan limitatif tersebut. Lembaga pengadilan menjadi kurang adil karena terlalu sarat dengan prosedur, formalistis dan kaku memberikan putusan terhadap suatu sengketa. Faktor tersebut tidak lepas dari cara pandang hakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-prosedural dalam melakukan konkretisasi hukum.
"Jika itu diterapkan secara apa adanya, maka berlakulah asas 'lex dura sed tamen scripta' yaitu hukum dirasa kejam namun memang demikianlah keadaannya," ujar Heru.
Dalam UU Pilkada dan Peraturan MK, batasan limitatif tersebut adalah:
Pilkada Provinsi
1. Provinsi dengan jumlah penduduk kurang dari 2 juta maka maksimal selisih suara 2 persen.
2. Provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta maka maksimal selisih suara 1,5 persen.
3. Provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-126 juta maka maksimal selisih suara 1 persen.
4. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen.
Pilkada Kabupaten/Kota:
1. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu maka maksimal selisih suara 2 persen.
2. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 250 ribu-500 ribu maka maksimal selisih suara 1,5 persen.
3. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta maka maksimal selisih suara 1 persen.
4. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen.
Namun batasan ini dinilai tidak memberikan rasa keadilan. Menurut Heru, aturan di atas membuka ruang bagi pasangan calon untuk menghalalkan segala cara dengan melakukan berbagai macam tindakan melawan hukum yang selama ini dikategorikan MK sebagai pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif yang pada akhirnya mempengaruhi perolehan suara, guna mendapatkan suara sebanyak-banyaknya agar selisih hasil perolehan suaranya melebihi syarat batas pengajuan permohonan sebagaimana diatur dalam pasal a quo.
"Aturan ini juga berpotensi menimbulkan dampak yang serius sebagai akibat dari pelanggaran yang tidak terkendali dalam proses pelaksanaan pilkada baik dari sisi pasangan calon maupun penyelenggara, sehingga tidak akan terwujud free and fair election," ujar Heru.
Pendapat para praktisi tersebut masih menjadi perdebatan. Sebab selain hukum positif sudah membatasi secara limitatif, secara historis aturan itu lahir untuk mencegah kasus Akil Mochtar terulang.
"Hal ini untuk mencegah terulangnya kejadian buruk yang hampir meruntuhkan eksistensi MK saat MK dipimpin Akil Mochtar yang atas dasar dalil-dalil terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam pilkada di banyak daerah telah memperjualbelikan perkara di MK," kata ahli hukum Dr Bayu Dwi Anggono.
Berikut sebagian daftar putusan MK yang mengulang pilkada berdasarkan adanya pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM):
Provinsi Jawa Timur
Pelanggaran TSM (adanya kontrak program dengan asosiasi kepala desa berupa janji pemberian bantuan berdasarkan hasil perolehan suara, anggota KPPS melakukan sendiri pencoblosan surat suara yang tidak terpakai)
Timor Tengah Selatan
Pelanggaran TSM (Manipulasi angka-angka perolehan suara Pasangan Calon tertentu)
Bengkulu Selatan
Manipulasi Syarat Administrasi Pencalonan (Pernah Dipidana)
Bangli
Pelanggaran TSM (diperbolehkannya coblos perwakilan)
Kota Tebing Tinggi
Manipulasi Syarat Administrasi Pencalonan (Pernah Dipidana)
Konawe Selatan
Pelanggaran TSM (Politik Uang, Politisasi Birokrasi)
Sintang
Pelanggaran TSM (Politik Uang, Manipulasi Perolehan Suara)
Lamongan
Inkonsistensi Penyelenggaran terkait penghitungan suara tidak sah (coblos tembus)
Gresik
Pelanggaran TSM (Politik Uang, Politisasi Birokrasi)
Kota Surabaya
(Pelanggaran TSM) Politisasi Birokrasi, Inkonsistensi penyelenggara terkait penghitungan suara tidak sah (coblos tembus)
Mandailing Natal
Pelanggaran TSM (Politik Uang)
Kotawaringin Barat
Pelanggaran TSM (Politik Uang)
Tomohon
Pelanggaran TSM (Politisasi Birokrasi)
Kota Manado
Pelanggaran TSM (Politisasi Birokrasi)
Minahasa Utara
Pembukaan kotak suara tanpa dihadiri saksi, kotak suara tidak tersegel, Termohon mengabaikan rekomendasi Panwas untuk pemungutan suara ulang
Merauke
Pelanggaran TSM
Kota Tanjungbalai
Pelanggaran TSM (Politik Uang, Politisasi Birokrasi)
Supiori
Manipulasi Syarat Administrasi Pencalonan
Pandeglang
Pelanggaran TSM (Politisasi Birokrasi)
Konawe Utara
Pelanggaran TSM (Politik Uang)
Kota Tangerang Selatan
Pelanggaran TSM (Politisasi Birokrasi)
Buru Selatan
Pelanggaran asas Pemilukada (coblos perwakilan tanpa alasan yang sah menurut hukum)
Kepulauan Yapen
Pengabaian Putusan PTUN (penetapan calon peserta)
Cianjur
Pelanggaran TSM (Politik Uang, Politisasi Birokrasi)
Tebo
Pelanggaran TSM (Politisasi Birokrasi)
Pati
Manipulasi Syarat Administrasi Pencalonan (Rekomendasi Parpol)
Provinsi Papua Barat
Kampanye dan pemungutan suara, yang hanya diikuti satu pasangan calon sehingga meniadakan legitimasi
Paniai
Termohon menghalangi hak Pemohon untuk maju sebagai Pasangan Calon
Kapuas
Pelanggaran TSM (Politik Uang)
Deiyai
Kesepakatan pembagian suara pemilih
Morowali
Pelanggaran syarat administrasi pencalonan (Termohon meloloskan paslon yang tidak memenuhi syarat)
Kota Gorontalo
Dibatalkannya Pemohon sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilukada
Kota Palembang
Kesalahan penghitungan, manipulasi, validitas bukti perolehan suara diragukan
Empat Lawang
Kesalahan penghitungan, manipulasi/validitas bukti perolehan suara diragukan
Provinsi Sumatera Selatan
Pelanggaran TSM (Politisasi Birokrasi, Penggunaan fasilitas dan dana APBD untuk kepentingan petahana)
Provinsi Maluku
Perubahan dan manipulasi perolehan suara, tidak dicatatnya pemilih menggunakan KK/KTP
Lebak
Pelanggaran TSM (Politisasi Birokrasi)
Kota Tangerang
Termohon tidak mengakomodir salah satu pasangan calon yang memenuhi syarat sebagai peserta Pemilukada
Kerinci
Pelanggaran TSM (Politisasi Birokrasi)
Tapanuli Utara
Syarat Administrasi Pencalonan (rekomendasi parpol)
Deli Serdang
Kesalahan pencantuman angka perolehan suara, inkonsistensi sah tidaknya coblos tembus
Kota Subulussalam
Termohon mengabaikan rekomendasi Panwas penghitungan dan pemungutan suara ulang karena terjadi pelanggaran di beberapa TPS
Provinsi Maluku Utara
Pelanggaran TSM (netralitas penyelenggara, mengubah hasil perolehan suara)
Sumber: http://news.detik.com/berita/3111118/otak-atik-mengadili-demokrasi-di-mk