Sidang perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (2/9) siang. Hadir dalam persidangan Benny Setiady Rasman selaku Pemohon yang kemudian menyampaikan perbaikan permohonan.
“Perbaikan permohonan saya, pertama mengenai legal standing. Kalau cara penegakan hukum terhadap persoalan narkoba di Indonesia masih seperti sekarang, tidak akan tuntas-tuntas. Kemudian mengenai penerapan hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba, saya setuju saja asal yang dihukum mati adalah gembongnya. Menurut saya, Mary Jane bukan gembong narkoba. Saya menganggap Mary Jane bagaikan bayi yang disisipkan narkotika di popoknya,” papar Benny Setiady Rasman di Ruang Sidang Pleno MK.
Terhadap pernyataan Pemohon tersebut, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul sebagai pimpinan Sidang Panel meminta agar Pemohon mempertegas kembali inti permohonannya. “Jadi sebenarnya, apa inti permohonan Saudara?” tanya Manahan.
Pemohon kemudian menjelaskan, sebagai rakyat, Ia ingin memperlihatkan permasalahan narkoba di Indonesia. Terutama mengenai proses penegakan hukum yang berkaitan dengan persoalan kejahatan narkoba.
“Namun kami belum jelas melihat pasal-pasal dari undang-undang mana yang Saudara gugat. Juga petitum yang Saudara mohonkan belum terlihat,” ucap Manahan menanggapi jawaban Pemohon.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Surhatoyo mencermati perbaikan permohonan yang masih belum sesuai dengan ketentuan-ketentuan permohonan di MK. “Mahkamah Konstitusi setiap menjatuhkan putusan didasarkan pada permohonan, baik dari segi formalitas maupun substansial. Bapak tidak menunjukkan pasal apa yang berkaitan dengan Mary Jane, karena Bapak masih meragukan dengan hukuman terhadap Mary Jane. Hal lain, tidak ada petitum dari perbaikan permohonan Bapak,” ujar Suhartoyo.
“Mestinya sebuah permohonan itu terdapat kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum dan pokok permohonan. Permohonan Bapak sudah sampai pokok permohonan, tapi belum ada petitum-nya,” tambah Suhartoyo.
Sebagaimana diketahui, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara No. 93/PUU-XIII/2015 itu, Pemohon mendalilkan bahwa di Indonesia tidak ada jaminan atas perlindungan dan kepastian hukum serta tidak adanya tata urutan yang benar dan adil dalam menerapkan hukuman kepada seseorang. Menurutnya, secara khusus dalam menerapkan hukuman mati terhadap perkara narkotika dan obat/bahan berbahaya (narkoba), harus berdasarkan tata urutan yang jelas. Selain itu, tata urutan ini harus tercantum dalam undang-undang.
Pemohon kemudian mencontohkan kasus yang menimpa Mary Jane Veloso yang terjerat kasus narkoba. Menurut Pemohon, Mary Jane seharusnya tidak dijatuhi hukuman mati, karena Ia bukan gembong narkoba. Pemohon melanjutkan, masih ada pengedar narkoba yang melakukan pengedaran narkoba jauh lebih besar dari Mary Jane yang sampai sekarang masih ditahan di Lembaga Permasyarakatan dan masih melakukan pengedaran narkoba.
Menurut Pemohon, sebaiknya penegak hukum atau undang-undang mampu memproses semua pelanggar berdasarkan asas yang berkeadilan, diawali dari pelanggar yang terberat dan dilakukan lebih awal dari yang lain. Penegak hukum, lanjut Benny, harus menerima semua laporan masyarakat secara profesional dan diproses sesuai aturan urutan yang benar. (Nano Tresna Arfana/IR)