Komisi Yudisial (KY) selaku Pihak Terkait dalam uji materiil Undang-Undang Peradilan Umum, Undang-Undang Peradilan Agama dan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara menghadirkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD sebagai ahli. Selain Mahfud, ahli lainnya yang dihadirkan KY adalah Philipus M. Hadjon dan Bagus Takwin.
Dalam keterangan ahlinya, Mahfud menyatakan pembentukan KY merupakan langkah untuk menegakkan supremasi hukum sesuai konstitusi. Selain itu, keberadaan KY juga berfungsi untuk menguatkan kekuasaan kehakiman. Mahfud mengatakan, KY merupakan anak kandung reformasi guna menegakkan supremasi hukum, yang ditandai dengan adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka, kokoh, kuat dan bersih. Untuk itu, KY merupakan harapan yang dapat menjadi solusi mengatasi masalah dalam dunia peradilan di Indonesia. Mahfud menyebut sejak awal pendiriannya, KY memang dirancang untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh jajaran hakim yang berada di bawah Mahkamah Agung.
“Dukungan pembentukan KY datang dari berbagai kalangan termasuk Mahkamah Agung sendiri yang saat itu menyatakan perlunya pengawasan eksternal karena MA merasa pengawasan yang di lakukan oleh MA sendiri tidaklah cukup. Hal ini secara tegas tercatat dalam buku cetak biru MA yang dikeluarkan secara resmi. Bahkan yang dulu ikut membuat naskah akademis tentang pembentukan KY sekarang ada di MA,” tegas Mahfud, dalam sidang perkara nomor 43/PUU-XIII/2015 yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat, Selasa (30/6), di Ruang Sidang Pleno MK.
Pada kesempatan itu, Mahfud juga menegaskan secara moral Ia merasa harus hadir langsung mendukung kewenangan KY demi stabilitas ketatanegaraan. “Saya hadir demi komitmen saya terhadap ketatanegaraan yang harus dibangun. Bukan untuk kita sekarang, bukan untuk IKAHI sekarang tapi masa depan Indonesia yang dipertaruhkan. Oleh sebab itu ketika KY minta saya hadir maka saya hadir untuk bicara dari perspektif yang saya pahami dan saya hayati selama ini,” ucap Mahfud.
Mahfud kemudian menjawab permasalahan yang terdapat dalam permohonan Pemohon yang mempermasalahkan keikutsertaan KY dalam menyeleksi hakim di badan peradilan. Menurut Mahfud, kewenangan KY selengkapnya telah diatur dalam Konstitusi, tepatnya pada Pasal 24B ayat 1 UUD 1945. Ketentuan tersebut menyatakan “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim”. Untuk itu, berbeda dengan pendapat Pemohon, Mahfud menyatakan keikutsertaan KY dalam menyeleksi hakim di badan peradilan adalah sejalan dan tidak menggangu prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman.
“Saya berpendapat bahwa kehadiran KY dengan segala fungsi dan kewenangannya termasuk ikut dalam proses seleksi pengangkatan hakim bersama MA justru dimaksudkan untuk membangun lembaga yudikatif yang kuat sebagai simbol supremasi hukum. Kehadiran KY yang telah diberi wewenang oleh pembentuk undang-undang sama sekali tidak mengurangi, sama sekali tidak mengganggu prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka. Sebaliknya, hal itu untuk memperkuat kekuasaan kehakiman yang merdeka, bersih dan profesional,” urai Mahfud.
Sebelumnya, permohonan ini diajukan oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang menolak keterlibatan Komisi Yudisial dalam proses seleksi hakim di Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara. IKAHI menganggap UU Peradilan Umum telah mempengaruhi, merusak, mengganggu, menghambat, mereduksi dan merampas kemandirian dan kemerdekaan hakim dalam sistem kekuasaan kehakiman sehingga dapat merusak mekanisme checks and balances yang selama ini telah dibangun. (Julie)