Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) pada Senin (29/6) siang. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan Pemerintah yang diwakili oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi.
Wicipto mengatakan, calon perseorangan yang dapat mendaftarkan diri sebagai kepala daerah wajib memenuhi ketentuan persentase syarat dukungan penduduk di wilayah pemilihan sebelum terlaksananya Pilkada. Menurut Pemerintah, hal tersebut merupakan satu cermin adanya dukungan awal, yang merupakan simbol kepercayaan masyarakat terhadap pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berkompetisi dalam Pilkada.
“Dengan demikian, persyaratan yang diatur dalam objek permohonan a quo telah sejalan dengan amanat konstitusi yang menggambarkan kedaulatan rakyat serta terwujudnya dukungan masyarakat secara maksimal dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang berkesinambungan melalui sistem pemilihan yang lebih berkualitas,” papar Wicipto.
Dikatakan Wicipto, ketentuan tersebut dimaksudkan sebagai persyaratan atau seleksi awal yang menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tercermin dari dukungan rakyat pemilih. “Selain persyaratan ambang batas bagi calon independen dinaikkan, syarat dukungan untuk calon dari parpol juga naik dari 15 persen menjadi 20 persen kursi, untuk mendorong keseriusan calon perseorangan didukung secara signifikan oleh rakyat. Threshold menjadi salah satu faktor penting untuk menunjukkan peran dan dukungan yang signifikan dari masyarakat dalam proses seleksi calon perseorangan,” urai Wicipto.
Pemerintah memaparkan, kebijakan ambang batas yang diatur dalam objek permohonan a quo merupakan upaya penyesuaian terhadap kebijakan pemilihan umum, di mana ketentuan Pasal 6 dan Pasal 6A UUD 1945 mendelegasikan kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya.
“Dengan demikian, pengaturan kebijakan ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak bertentangan dengan konstitusi. Karena ketentuan a quo tidak mengandung unsur-unsur yang diskriminatif, mengingat bahwa kebijakan threshold tersebut selain untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah, juga berlaku bagi semua peserta pemilu yaitu Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPRD,” ungkap Wicipto.
Seperti diketahui, permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 60/PUU-XIII/2015 ini diajukan oleh M. Fadjroel Rachman, Saut Mangatas Sinaga dan Victor Santoso. Para Pemohon yang bermaksud mengikuti Pilkada melalui jalur independen di Kalimantan Selatan ini, menguji Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada. Menurut para Pemohon, jumlah persentase dukungan yang harus diperoleh calon kepala daerah dari jalur independen naik sebesar 3,5% dari ketentuan undang-undang sebelumnya.
Persentase tersebut meningkat jika dibandingkan dengan ketentuan dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kenaikan persyaratan jumlah dukungan tersebut dinilai Pemohon sangat signifikan dan memberatkan. Selain itu, menurut Pemohon seharusnya jumlah dukungan bukan berdasarkan jumlah penduduk, melainkan jumlah suara sah, sehingga terjadi prinsip kesetaraan dan persamaan. (Nano Tresna Arfana)