Permasalahan yang dialami Emus Mustarman bin Harja, bukan merupakan permasalahan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan penerapan atau implementasi dari norma Undang-Undang. Demikian inti pendapat Mahkamah dalam putusan permohonan pengujian Pasal 263 ayat (1) dan Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terhadap UUD 1945.
Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil permohonan Emus tidak beralasan menurut hukum. Walhasil, Mahkamah pun menyatakan menolak permohonan Emus. “Menyatakan menolak permohonan Pemohon,” kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan Putusan Nomor 18/PUU-XIII/2015, Selasa, (26/5/2015) siang, di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi.
Berkas Kasasi Belum Dikirim
Emus mempermasalahkan tidak diterimanya permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya ke Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Tipikor Bandung. Alasannya berkas perkara kasasi belum dikirim Mahkamah Agung ke Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Tipikor Bandung.
Akibatnya, Kepala Desa Mekarwangi, Cikadu, Cianjur yang terlibat kasus pidana korupsi ini tidak dapat mengajukan PK sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang menyatakan, “Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.”
Selain itu, Emus mempersoalkan penangkapan terhadap dirinya oleh Kejaksaan Negeri Cianjur yang didasarkan pada Kutipan Putusan Kasasi, bukan didasarkan pada Salinan Putusan Kasasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 270 KUHAP yang menyatakan, “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.” (Nur Rosihin Ana)